JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid berpendapat ada dugaan pelanggaran standard operating procedure (SOP) yang dilakukan tim Densus 88 Antiteror Polri saat menangkap eks Sekretaris Umum FPI Munarman pada Selasa (27/4/2021).
Menurut Usman, polisi terkesan melakukan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap Munarman dan tidak menghargai prinsip hak asasi manusia (HAM).
"Polisi terkesan melakukan penangkapan yang sewenang-wenang terhadap Munarman, serta mempertontonkan secara gamblang tindakan aparat yang tidak menghargai nilai-nilai HAM ketika menjemputnya dengan paksa," kata Usman dalam keterangannya, Kamis (29/4/2021).
Baca juga: Kuasa Hukum Munarman Berniat Ajukan Praperadilan, Polri: Itu Haknya
Usman mengatakan, menyeret Munarman dengan kasar, tidak memperbolehkannya memakai alas kaki, serta menutup matanya dengan kain hitam merupakan perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat.
"Itu melanggar asas praduga tak bersalah," ujarnya.
Usman menegaskan, tuduhan tindak pidana terorisme bukan alasan untuk melanggar hak asasi seseorang dalam proses penangkapan.
Dia menilai, Munarman terlihat tidak membahayakan petugas dan tidak terlihat adanya urgensi aparat untuk melakukan tindakan paksa tersebut.
"Meskipun sebagian ketentuan UU Anti-Terorisme bermasalah, namun Pasal 28 Ayat (3) dari UU tersebut jelas menyatakan pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip HAM," ujar Usman.
"Ini berpotensi membawa erosi lebih jauh atas perlakuan negara yang kurang menghormati hukum dalam memperlakukan warganya secara adil," kata dia.
Baca juga: Polisi: Keluarga Tahu dan Tanda Tangan Surat Penangkapan Munarman
Apalagi, kata Usman, jika mengingat situasi darurat pandemi Covid-19.
Menurut dia, penegak hukum harus lebih sensitif dengan mempertimbangkan protokol kesehatan dan hak atas kesehatan dari orang yang hendak ditangkap.
"Termasuk menyediakan masker kepada yang menutupi mulut dan hidung, bukan justru membiarkannya terbuka dan menutup matanya dengan kain hitam," tutur Usman.
Karena itu, Usman menyatakan, kepolisian harus melakukan evaluasi terhadap anggota Densus 88 yang melakukan penangkapan terhadap Munarman dan menginvestigasi kemungkinan terjadinya pelanggaran SOP dalam tindakan hukum tersebut.
"Setiap penangkapan apa pun kasusnya termasuk jika itu tuduhan terkait terorisme harus menghormati nilai-nilai hak asasi manusia," kata dia.
Baca juga: Ini Alasan Polri Tutup Mata dan Borgol Tangan Munarman
Munarman ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri di rumahnya di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (27/4/2021) sore.
Penangkapan Munarman disebut terkait dengan kasus kegiatan baiat terhadap Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS/ISIS yang dilakukan di Jakarta, Makassar, dan Medan.
Saat ini, Munarman dibawa ke Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Munarman Pecat Anggota FPI yang Berbaiat ke ISIS
Sebelumnya, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes (Pol) Ahmad Ramadhan menjelaskan mengenai alasan Munarman ditutup matanya saat tiba di Polda Metro Jaya, Selasa (27/4/2021).
Menurut Ramadhan, ini untuk mengikuti standar internasional dalam menangkap pelaku tindak pidana terorisme.
"Ya itu kan standar internasional penangkapan tersangka teroris, ya harus seperti itu," kata Ramadhan saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (28/4/2021).
Dia juga mengungkap alasan mengapa tangan Munarman diborgol. Pemborgolan itu menunjukkan bahwa di mata hukum seluruh orang diperlakukan sama.
Ia menegaskan, semua orang tidak ada yang berbeda di mata hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.