Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Alat Rapid Test Antigen Bekas: Klarifikasi Kimia Farma dan Ancaman Sanksi Berat

Kompas.com - 29/04/2021, 07:01 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Enam orang petugas Kimia Farma Diagnositik ditangkap Polda Sumatera Utara (Sumut) dalam penggerebekan terkait penggunaan alat rapid test antigen bekas di Bandara Internasional Kualanamu pada Selasa (27/4/2021).

Penggerebekan bermula dari informasi masyarakat terkait dengan brush yang digunakan untuk rapid test antigen adalah alat bekas.

Dari situ, penyidik melakukan penyelidikan hingga akhirnya dilakukan penindakan.

Rugikan Kimia Farma

Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostika Adil Fadhilah Bulqini mengatakan, pihaknya melakukan investigasi bersama dengan aparat penegak hukum terkait penggunaan alat rapid test antigen bekas tersebut.

Baca juga: Dirut PT Kimia Farma Diagnostik: Kami Belum Minta Maaf karena Belum Terbukti Bersalah

Kimia Farma, kata Adil, memberikan dukungan terhadap proses penyelidikan dan akan memberikan sanksi berat apabila petugas tersebut terbukti bersalah.

"Apabila terbukti bersalah, maka para oknum petugas layanan rapid test tersebut akan kami berikan tindakan tegas dan sanksi yang berat sesuai ketentuan yang berlaku," kata Adil dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (28/4/2021).

Adil mengatakan, tindakan petugas tersebut telah merugikan perusahaan dan bertentangan dengan standard operating procedure (SOP) perusahaan.

"Serta merupakan pelanggaran sangat berat atas tindakan dari oknum pertugas layanan rapid test tersebut," ujar dia. 

Dapat tularkan virus

Menurut Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono, penggunaan alat kesehatan bekas dalam pelayanan rapid test antigen sangat berbahaya karena dapat menularkan virus.

"Menggunakan alat swab dipakai lagi walaupun katanya dicuci, itu bisa memindahkan virus. Bahaya sekali itu, jadi tidak boleh. Kalau nyuntik orang saja kita sekali pakai," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Rabu.

Baca juga: Kasus Rapid Test Antigen Bekas di Bandara, Kimia Farma Sebut Pelanggaran Berat dan Rugikan Perusahaan

Pandu mengatakan, tindakan petugas tersebut bisa dikenakan sanksi hukum apabila terbukti melanggar aturan perundang-undangan.

Ia meminta pihak kepolisian menelusuri apakah tindakan petugas tersebut diketahui oleh atasannya atau tidak. 

"Minimal bosnya yang ada di Kualanamu, mungkin direstui (karena) keuntungannya kan banyak tetapi membahayakan keselamatan publik," ucap dia. 

Selain itu, Pandu mengatakan, masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan mana alat rapid test antigen baru dan mana yang bekas.

Untuk itu, ia meminta semua petugas laboratorium mengampanyekan dan menjelaskan kepada masyarakat terkait pemakaian rapid test antigen.

"Sekarang kita minta petugas laboratorium itu mendemokan 'Pak ini kita mau ambil sesuatu dari hidung bapak, ini masih dalam bungkusan ya asli, saya buka, nah begitu,' harus menujukkan itu, kalau sudah disembunyikan atau tidak seperti itu susah," kata Pandu.

Baca juga: Cara Memastikan Alat Rapid Test Antigen Baru atau Bekas

Senada dengan Pandu, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, tidak bisa menoleransi tindakan oknum petugas di Bandara Kualanamu tersebut.

Wiku berharap, pihak kepolisian nantinya dapat menjelaskan secara detail kasus penggunaan alat bekas dalam pelayanan rapid test antigen tersebut.

"Satgas tidak bisa mentolerir perbuatan oknum tersebut, saat ini oknum tersebut sedang diusut oleh pihak yang berwajib. Mohon menunggu rilis resminya," kata Wiku melalui pesan singkat, Rabu.

Dapat dipidana

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, tindakan petugas layanan rapid test antigen tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana.

Menurut Fickar, penggunaan alat bekas untuk rapid test antigen dapat diduga telah melanggar UU Nomor 36 Tahun 2009.

"Menggunakan alat bekas, maka tindakan tersebut dapat dikualifikasi sebagai dugaan telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Undang-Undang Kesehatan (UU Nomor 36 Tahun 2009)," kata Abdul Fickar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (29/4/2021).

"Apapun motifnya terutama jika terjadi karena motif ekonomi dapat dikualifisir sebagai tindak pidana," kata dia. 

Fickar mengatakan, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini mestinya petugas melaksanakan tugas sesuai kewajibannya.

Baca juga: Kasus Rapid Test Antigen Bekas, Ini Kata Stafsus Erick Thohir

Ia mengatakan, sanksi atas tindakan petugas Kimia Farma Diagnositik tersebut dapat menjadi alasan pemberat.

"Karena dilakukan oleh petugas yang seharusnya melaksanakan kewajibannya, maka jika yang dilakukan bertentangan dengan kewajibannya itu akan menjadi alasan pemberat, pidananya ditambah sepertiga," ucap Fickar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com