Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks KPPS Gugat Pasal soal Keserentakan di UU Pemilu ke MK

Kompas.com - 27/04/2021, 21:07 WIB
Sania Mashabi,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keserentakan pemilihan umum (Pemilu) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun gugatan tersebut diajukan empat orang yakni Akhid Kurniawan yang merupakan mantan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2019.

Kemudian mantan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Dimas Permana Hadi dan Heri Darmawan serta mantan Petugas Pemungutan Suara (PPS) Subur Makmur.

"Pemohon dalam hal ini mengajukan permohonan konstitusionalitas Pasal 167 Ayat 3 dan Pasal 347 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia," demikian isi berkas permohonan dikutip dari laman resmi www.mkri.id, Selasa (27/4/2021).

Baca juga: Tutup Rapimnas Golkar, Airlangga Tegaskan Tolak Revisi UU Pemilu

Pemohon mempermasalahkan Pasal 167 Ayat 3 dan Pasal 347 Ayat 1 sepanjang frasa "Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak,".

Dalam berkas permohonan disebutkan bahwa, pemohon memiliki pengalaman dan perjalanan sebagai penyelenggara pemilu. Dengan begitu, pemohon merasakan format pemilu serentak tanpa didahului adanya kajian yang mendalam serta simulasi detail berimbas pada beban kerja yang berat serta tidak rasional.

Selain itu, para pemohon juga menilai tindakan pembentuk undang-undang yang tetap memutuskan memilih format keserentakan pemilu lima kotak yakni DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, serta DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota di satu hari yang bersamaan akan membuat beban penyelenggara Pemilu menjadi sangat berat.

Serta dan berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu tidak berkualitas sebagaimana yang diamanahkan oleh mahkamah.

Oleh karena itu, dalam petitum pemohon meminta majelis menerima permohonan provisi serta untuk mempercepat proses pemeriksaan dan menjadikan permohonan ini sebagai prioritas.

Sebab, pemeriksaan ini terkait langsung dengan sistem pelaksanaan pemilu terutama terkait dengan jadwal pemilu yang akan berdampak luas terhadap proses penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

Sementara dalam pokok perkara, pemohon meminta agar permohonannya dikabulkan seluruhnya.

Kemudian menyatakan pasal 167 ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum sepanjang frasa "Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak" bertentangan dengan UUD 1945.

Baca juga: Pernyataan Airlangga di Rapimnas, Ingin Pimpin Koalisi Besar hingga Tolak Revisi UU Pemilu

Serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih DPR presiden dan DPD dengan tidak menggabungkan pemilihan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dengan DPR, presiden dan DPD,".

Lalu menyatakan Pasal 347 Ayat 1 sepanjang "Pemungutan suara pemilu diselenggarakan secara serentak" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Sepanjang tidak dimaknai pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih DPR, presiden dan DPD dengan tidak menggabungkan pemilihan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dengan pemilihan DPR DPD, presiden dan DPD," demikian yang tertulis dalam berkas permohonan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com