“Kalau mengandalkan obat rumah sakit kan mungkin separo. Kami kan kebanyakan dulu kan obat-obat luarnya mbak,” tuturnya.
Saat ditanya bagaimana kegiatannya usai menjalani perawatan medis pasca-kecelakaan, Indah mengaku masih tetap berdinas.
Hal itu dilakukan agar ia tak merasa suntuk dan jenuh di rumah selama menjalani terapi mandiri.
“Jadi ada kebijaksanaan dari komandan waktu itu kan sambil istilahnya terapi sendiri, dititipkan di koperasi. Koperasi satuan itu. Di sana bertemu kawan-kawan dan bisa saling bertukar pikiran,” katanya.
Pengalaman ikut Pusrehab Kemhan
Pada 2005, usai menjalani rangkaian perawatan medis di Jakarta, Indah mengaku sudah didaftarkan untuk mengikuti Pusrehab Kemhan.
Namun, ia menolak mengikutinya karena takut dipensiunkan dini usai mengikuti rehabilitasi di sana.
“Makanya saya nggak berangkat-berangkat,” ujarnya.
Baca juga: KRI Nanggala-402 Tenggelam, Pengamat Militer Dukung Prabowo Dobrak Kesulitan Pengadaan Alutsista
Enam tahun berlalu, saat itu Komandannya Mayor CZI Prio Sambodo, mengharuskan Indah berangkat ke Jakarta mengikuti program rehabilitasi tersebut. Hal ini sesuai dengan perintah dan kebijakan dari pusat.
Untuk mewujudkan itu, Prio Sambodo bahkan membiayai perjalanan Indah ke Jakarta.
Karena khawatir tidak dapat beraktivitas sendiri, maka istri Indah pun ikut berangkat ke Jakarta.
“(Istri) sudah ke Jakarta, mengantar. Jadi di sana disurvei mana tempat tidurnya, kamar mandinya, oh, alhamdulillah nggak papa, akhire ditinggal,” ungkapnya.
Meski sempat khawatir dan ragu, Indah bersyukur karena teman-teman di pusat rehabilitasi sangat membantunya dalam beraktivitas dan perawatan.
Adapun untuk para mentor, Indah mengaku bahwa mereka sangat baik dan pengertian dengan kondisi siswa-siswanya. Hal ini membuatnya terkesan.
Baca juga: Saudara Menhan Prabowo Subianto Ternyata Turut Gugur dalam KRI Nanggala-402
Dukungan dari teman-teman yang sudah seperti keluarga sendiri itu, menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Indah selama lebih dari empat bulan menjalani rehabilitasi di Jakarta.
Selain kekompakan dari rekan-rekan yang sudah seperti keluarga sendiri, Indah mengaku mendapatkan pengalaman, ilmu, pengobatan, sampai kesejahteraan usai mengikuti rehabilitasi.
Bahkan, kata dia, apa yang dibayangkannya sebelum berangkat ke Jakarta untuk mengikuti kegiatan rehabilitasi, berbanding terbalik dengan apa yang dijalaninya.
“Oh, kalau tahu kayak gini, tahun 2005 mungkin saya sudah berangkat ini,” kata bapak dua anak tersebut.
Isu pensiun dini setelah rehabilitasi
Indah juga mengungkapkan alasan mengapa ia sempat segan untuk mengikuti program rehabilitasi dari Kemhan.
Baca juga: Menhan-BPJS Kesehatan Sepakat Perpanjang Program Jaminan Kesehatan
“Kami ini kan sebagian takut. Takutnya kalau mau kursus, atau mau dibikin surat keputusan (skep) cacat, status kesehatan (stakes) dipensiunkan. Jadi ancaman-ancaman itu di daerah ini masih berlaku,” ungkapnya.
Indah berharap, program rehabilitasi dapat disosialisasikan secara merata kepada anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) di seluruh pelosok daerah.
Karena menurut Indah, sampai sekarang sosialisasi belum merata. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya isu tidak benar yang tersebar tentang Pusrehab Kemhan.
Indah mengaku keberangkatannya untuk mengikuti program rehabilitasi di Jakarta sepuluh tahun silam, tak lepas dari kunjungan Kemhan ke daerah Payakumbuh.
“Saya dulu terdaftar (rehabilitasi) itu kan gara-gara ada kunjungan itu mbak. Kalau enggak ada kunjungan, mungkin nggak terdaftar juga,” tuturnya.
Baca juga: Gugurnya Kabinda Papua dan Instruksi Jokowi soal Pengejaran KKB...