"Saya juga senang jika pergi ke sekolah-sekolah sambil membawa obat cacing dan mengawasi anak-anak untuk minum obat tersebut," ungkapnya.
"Selain itu kami harus siaga 24 jam untuk melayani masyarakat yang sakit atau ibu yang akan melahirkan saat malam hari," lanjut ibu lima anak ini.
Karena kebijakan Dinas Kesehatan setempat saat itu, Nadia harus berpindah tiga Puskesmas selama tiga tahun.
Meski demikian, dirinya justru mengaku menemukan passion tersendiri dari pekerjaannya. Nadia menyadari bahwa memberikan edukasi dan berhadapan dengan masyarakat sangat dia sukai.
Baca juga: Pantang Pulang Sebelum Padam ala Irma Hidayana, Inisiator Platform LaporCovid-19
Bekerja di Puskesmas dan menangani anak-anak, ibu hamil hingga lansia juga memberikan kesan yang mendalam.
Nadia mengenang, orangtua akan sangat bahagia apabila dokter bisa menyembuhkan anak mereka yang sakit panas.
Saat bekerja di Puskesmas itulah dia sempat masuk menjadi nominasi dokter teladan.
Prestasi sebagai nominasi dokter teladan itu akhirnya membantunya lolos CPNS Kabupaten Ogan Komering Ilir.
"Lima tahun saya di Puskesmas, kemudian membantu merangkap di Dinas Kesehatan Kabupaten karena memang saat itu personelnya tidak banyak ya," katanya.
Setelah itu, Nadia pindah ke Jakarta karena mengikuti suami yang menempuh pendidikan di Ibu Kota.
Saat itu pekerjaannya ikut berpindah ke Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes.
Di Kemenkes, selain menangani persoalan kesehatan, tugas-tugas surat menyurat dan administrasi juga dia kerjakan.
Meski jauh dari bidang keilmuannya, Nadia mengaku senang karena mendapat banyak pengetahuan baru.