Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Diminta Tunjukkan Sikap "Zero Tolerance" dalam Pelanggaran Kode Etik oleh Pegawainya

Kompas.com - 22/04/2021, 16:19 WIB
Tatang Guritno,
Rakhmat Nur Hakim

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta tetap menunjukan sikapnya yang selama ini selalu zero tolerance pada pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seluruh pegawainya.

Menurut Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman, hal itu mesti dilakukan karena sebelum Dewan Pengawas (Dewas) KPK dibentuk, KPK sudah dikenal tegas melakukan penindakan kode etik.

"Selama ini KPK zero tolerance terhadap semua bentuk pelanggaran etik ya, maka (saat ini) KPK harus dapat menegakkan etik. Bahkan dari dulu sebelum ada Dewan Pengawas pun KPK sudah terbiasa menegakkan etik pada pegawainya," ucap Zaenur ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (22/4/2021).

Baca juga: Oknum Penyidik yang Diduga Lakukan Pemerasan Diperiksa KPK di Gedung Merah Putih

Zaenur mencontohkan kasus yang dilakukan salah satu penyidik KPK yakni AKP Suparman pada 2005.

KataZaenur, saat itu KPK berani memberhentikan dan meproses pidana Suparman terkait pemerasan.

"Sekarang pun harus dilakukan penegakan etik dengan tegas dan keras, agar (KPK) tidak permisif pada segala bentuk penyimpangan," tutur dia.

Terkait dengan dugaan pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai yang dilakukan salah satu penyidiknya yakni AKP SR, Zaenur meminta KPK untuk melakukan penindakan dan tak terbatas hanya pada kode etik.

Ia meminta KPK juga melakukan penindakan dengan memidanakan karena tindakan pemerasan itu termasuk bentuk tindak pidana korupsi.

"Tentu yang diduga memeras, itu merupakan bentuk Tipikor sendiri. Dia harus dituntut oleh KPK dengan dugaan Tipikor, dan KPK harus menunjukan itu ke masyarakat dengan menegakkan etik secara tegas dan keras," kata Zaenur.

Baca juga: Ditangani KPK, Oknum Penyidik yang Diduga Lakukan Pemerasan Bakal Diperiksa Dewas

Sebagai informasi dalam bulan ini KPK mesti menghadapi dua kasus pelanggaran yang dilakukan oleh pegawainya sendiri.

Pada 8 April, melalui konferensi pers yang digelar Dewas KPK terungkap pegawai KPK melakukan pencurian barang bukti berupa emas.

Pegawai berinisial IGAS itu mencuri emas hampir seberat 2 kilogram.

Adapun IGAS merupakan anggota Satuan Tugas pada Direktorat Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi).

Pencurian itu dilakukan IGAS untuk membayar hutang yang ditanggungnya akibat merugi cukup banyak dalam menjalankan bisnis pribadi miliknya.

Terbaru, penyidik KPK dari kepolisian AKP SR diduga melakukan pemerasan pada Wali Kota Tanjungbalai sebanyak Rp 1,5 miliar.

Baca juga: Penyidik Diduga Peras Wali Kota, Anggota DPR Usul Dewas KPK Bentuk Satgas Intelijen

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com