JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, adanya peristiwa pemerasan yang diduga dilakukan oknum penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat KPK kini berada di ambang batas kepercayaan publik.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut, saat ini setiap ada pemberitaan terkait lembaga anti rasuah itu selalu saja diwarnai dengan problematika di internalnya sendiri.
"Mulai dari pencurian barang bukti, gagal menggeledah, enggan meringkus buronan Harun Masiku, hilangnya nama politisi dalam surat dakwaan sampai terakhir adanya dugaan pemerasan kepada kepala daerah," ucap Kurnia dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (21/4/2021).
Seperti diketahui, penyidik KPK asal Polri yakni AKP SR diduga meminta uang sebesar Rp 1,5 miliar kepada Wali Kota Tanjungbalai H M Syahrial dengan janji akan menghentikan kasusnya.
Peristiwa pemerasan itu terkait kasus dugaan suap lelang atau mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara Tahun 2019 yang sedang diusut KPK.
ICW menilai pengelolaan internal KPK sudah bobrok akibat regulasi terbaru dan pengelolaan internal kelembagaan itu oleh para komisioner KPK.
Menurut ICW, sejak Firli Bahuri dilantik sebagai Ketua KPK, anggapan publik atas kinerja KPK selalu bernada negatif.
Dalam catatan ICW sepanjang tahun 2020, kata Kurnia, setidaknya ada enam lembaga survei yang mengonfirmasi hal tersebut.
Baca juga: Penyidik KPK Asal Polri yang Peras Wali Kota Tanjungbalai Dinilai Dapat Dihukum Seumur Hidup
"Tentu ini menjadi hal baru, sebab, sebelumnya KPK selalu mendapatkan kepercayaan publik yang relatif tinggi," kata Kurnia.
"Lagi-lagi, kekeliruan dalam kepemimpinan KPK ini akibat buah atas kekeliruan Presiden kala menyeleksi komisioner pada tahun 2019 lalu," ucap dia.
Adanya peristiwa pemerasan tersebut, menurut Kurnia, oknum penyidik itu dapat dijerat dengan dua Pasal yang ada dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman maksimal seumur hidup.
Menurut dia, jika dugaan pemerasan itu benar, maka AKP SR mesti dijerat dengan dua Pasal dalam UU Tipikor, yakni kombinasi Pasal 12 huruf e tentang tindak pidana pemerasan dan Pasal 21 terkait menghalang-halangi proses hukum.
Baca juga: Penyidik KPK yang Diduga Peras Wali Kota Tanjungbalai Ditangkap
"Tentu ketika dua kombinasi pasal itu disematkan kepada pelaku, ICW berharap Penyidik asal Polri yang melakukan kejahatan itu dihukum maksimal seumur hidup," kata Kurnia.
Atas kejadian itu juga, ICW meminta Kedeputian Penindakan KPK dan Dewan Pengawas segera menindaklanjuti dugaan pemerasan dengan melakukan klarifikasi dan penyelidikan lebih lanjut atas tindakan penyidik asal Polri itu.
"Jika kemudian tindakan pemerasan itu terbukti, maka KPK harus memproses hukum penyidik itu serta Polri juga mesti memecat yang bersangkutan dari anggota Korps Bhayangkara," tutur Kurnia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.