Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Materi UU Cipta Kerja, Hakim MK Minta Pemohon Paparkan Pertentangan dengan UUD 1945

Kompas.com - 20/04/2021, 14:29 WIB
Sania Mashabi,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim konstitusi Arief Hidayat meminta pihak pemohon uji materi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjelaskan lebih rinci terkait pertentangan pasal yang dimohonkan dengan UU Dasar 1945. 

Pemohon adalah Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) Tolak Undang-Undang Cipta Kerja sebagai

Menurut Arief, yang terpenting dalam uji materi adalah uraian letak pertentangan pasal yang dimohonkan untuk diuji dengan UUD 1945.

"Tetapi kalau saya membaca permohonan ini setebal ini, itu lebih banyak menguraikan pembandingan antara Undang-Undang Ciptaker yang baru ini dengan Undang-Undang yang lama," kata Arief dalam sidang pemeriksaan pendahuluan UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi yang disiarkan secara daring, Selasa (20/4/2021).

Baca juga: Bertemu Kanselir Jerman, Jokowi Pamer UU Cipta Kerja untuk Dukung Investasi

"Kalau itu berarti bukan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, tolong uraiannya lebih difokuskan di mana letak Undang-Undang atau pasal yang diujikan itu dengan Undang-Undang dasarnya," ujarnya.

Selain itu, Arief melanjutkan, pemohon juga banyak menguraikan pasal UUD 1945 yang dijadikan batu uji atau landasan pengujian konstitusionalitasnya.

Oleh karena itu, Arief menilai semakin banyak pasal yang diuraikan, kian banyak pula yang harus dipaparkan pertentangannya dengan UUD 1945.

"Semakin banyak yang digunakan, maka uraiannya harus juga menyangkut di mana letak pertentangannya," ucap dia.

Adapun dalam Gekanas Tolak UU Cipta Kerja di dalamnya tergabung beberapa aliansi buruh dan lembaga masyarakat ini mengajukan permohonan uji materil dan formil terhadap UU Cipta Kerja.

Secara materiil mereka mempermasalahkan Pasal 42, 81 dan 83 yang dinilai telah merugikan para pemohon.

"Dengan ini mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Pasal 42 Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945," demikian yang tertulis dalam berkas permohonan di laman www.mkri.id, Jumat (18/12/2020).

Sementara pada pengujian formil, para pemohon merasa dirugikan secara konstitusional dengan keberadaan UU Cipta Kerja.

Adapun pemohon mengajukan permohonan dengan alasan pembentukan UU ini merupakan kesalahan karena kekurangan cakapan pada pembuatan undang-undang.

Kemudian, UU Cipta Kerja dinilai meninggalkan partisipasi publik khususnya stakeholder terkait seperti para buruh.

"Sejak awal rencanakan RUU Cipta kerja hingga perundang-undangan dan terjadi pelanggaran asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik," demikian salah satu kutipan diberkas permohonan.

Baca juga: Kode Inisiatif: UU Cipta Kerja Paling Banyak Diujikan di MK Sepanjang 2020

Para pemohon juga melihat ada catatan kejanggalan dalam naskah akademik yang dilampirkan dalam penyertaan RUU Cipta kerja.

Mereka mengatakan naskah akademik tidak pernah disebarluaskan oleh pihak pembuat UU.

Selain itu, di dalam draft naskah akademik tersebut juga masih terdapat kesalahan bukan sekedar kesalahan penulisan, tapi halaman yang salah, warna penulisan.

Serta adanya perbedaan naskah akademik yanh diunggah di laman Kementerian Koordinator Perekonomian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Nasional
Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com