JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim konstitusi Arief Hidayat meminta pihak pemohon uji materi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjelaskan lebih rinci terkait pertentangan pasal yang dimohonkan dengan UU Dasar 1945.
Pemohon adalah Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) Tolak Undang-Undang Cipta Kerja sebagai
Menurut Arief, yang terpenting dalam uji materi adalah uraian letak pertentangan pasal yang dimohonkan untuk diuji dengan UUD 1945.
"Tetapi kalau saya membaca permohonan ini setebal ini, itu lebih banyak menguraikan pembandingan antara Undang-Undang Ciptaker yang baru ini dengan Undang-Undang yang lama," kata Arief dalam sidang pemeriksaan pendahuluan UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi yang disiarkan secara daring, Selasa (20/4/2021).
Baca juga: Bertemu Kanselir Jerman, Jokowi Pamer UU Cipta Kerja untuk Dukung Investasi
"Kalau itu berarti bukan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, tolong uraiannya lebih difokuskan di mana letak Undang-Undang atau pasal yang diujikan itu dengan Undang-Undang dasarnya," ujarnya.
Selain itu, Arief melanjutkan, pemohon juga banyak menguraikan pasal UUD 1945 yang dijadikan batu uji atau landasan pengujian konstitusionalitasnya.
Oleh karena itu, Arief menilai semakin banyak pasal yang diuraikan, kian banyak pula yang harus dipaparkan pertentangannya dengan UUD 1945.
"Semakin banyak yang digunakan, maka uraiannya harus juga menyangkut di mana letak pertentangannya," ucap dia.
Adapun dalam Gekanas Tolak UU Cipta Kerja di dalamnya tergabung beberapa aliansi buruh dan lembaga masyarakat ini mengajukan permohonan uji materil dan formil terhadap UU Cipta Kerja.
Secara materiil mereka mempermasalahkan Pasal 42, 81 dan 83 yang dinilai telah merugikan para pemohon.
"Dengan ini mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Pasal 42 Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945," demikian yang tertulis dalam berkas permohonan di laman www.mkri.id, Jumat (18/12/2020).
Sementara pada pengujian formil, para pemohon merasa dirugikan secara konstitusional dengan keberadaan UU Cipta Kerja.
Adapun pemohon mengajukan permohonan dengan alasan pembentukan UU ini merupakan kesalahan karena kekurangan cakapan pada pembuatan undang-undang.
Kemudian, UU Cipta Kerja dinilai meninggalkan partisipasi publik khususnya stakeholder terkait seperti para buruh.
"Sejak awal rencanakan RUU Cipta kerja hingga perundang-undangan dan terjadi pelanggaran asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik," demikian salah satu kutipan diberkas permohonan.
Baca juga: Kode Inisiatif: UU Cipta Kerja Paling Banyak Diujikan di MK Sepanjang 2020
Para pemohon juga melihat ada catatan kejanggalan dalam naskah akademik yang dilampirkan dalam penyertaan RUU Cipta kerja.
Mereka mengatakan naskah akademik tidak pernah disebarluaskan oleh pihak pembuat UU.
Selain itu, di dalam draft naskah akademik tersebut juga masih terdapat kesalahan bukan sekedar kesalahan penulisan, tapi halaman yang salah, warna penulisan.
Serta adanya perbedaan naskah akademik yanh diunggah di laman Kementerian Koordinator Perekonomian.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.