Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Tuntutan 4 Tahun Penjara untuk Penyuap Juliari Sangat Rendah

Kompas.com - 20/04/2021, 10:56 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus suap dana bantuan sosial di Kementerian Sosial, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja dituntut hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan penjara.

Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja merupakan terdakwa yang menyuap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Merespons hal itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, tuntutan yang dijatuhkan kepada Ardian dan Sidabukke sangat rendah.

Menurut dia, tuntutan itu menciderai hati masyarakat terdampak Covid-19 di wilayah Jabodebatek yang bansosnya dijadikan bancakan oleh komplotan Juliari.

Baca juga: Penyuap Juliari Batubara Akui Ada Istilah Bina Lingkungan di Kemensos

Namun, ICW menilai, permasalahan utama dari rendahnya tuntutan itu sebenarnya berada pada pengaturan pemberi suap dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

"Sebab, regulasi itu hanya memungkinkan pemberi suap dijatuhi pidana maksimal lima tahun penjara (Pasal 5)," kata Kurnia kepada Kompas.com, Senin (19/4/2021).

"Padahal, dalam keadaan tertentu, misalnya seperti yang dilakukan oleh dua terdakwa ini, mereka sangat layak dijatuhi hukuman maksimal atau setidaknya di atas 10 tahun penjara," ucap dia.

Di luar problematika regulasi, Kurnia berpendapat, semestinya tuntutan penuntut umum dapat menjangkau pidana penjara maksimal pada Pasal 5 yakni lima tahun penjara.

Selain itu, menurut dia, pengenaan denda juga tidak maksimal. Harusnya, dua pelaku suap itu, dikenakan tuntutan denda sebesar Rp 250 juta, bukan cuma Rp 100 juta.

Baca juga: Penyuap Juliari Batubara Dituntut 4 Tahun Penjara

"Akan tetapi, kembali lagi, ICW sejak awal sudah tidak meyakini KPK akan berpihak pada masyarakat dengan menuntaskan penanganan korupsi bansos," ucap Kurnia.

Kurnia mengatakan, sejak fase penyidikan, ICW sudah menemukan ada banyak kejanggalan dalam kinerja penindakan KPK.

Misalnya, KPK enggan untuk memanggil Herman Herry sebagai saksi.

Padahal, lanjut dia, dari pengakuan salah seorang saksi yang telah membeberkan informasi bahwa politisi PDI-P itu, terbukti mendapatkan kuota besar dari proyek pengadaan bansos ini.

Lebih lanjut, Kurnia menambahkan, dalam beberapa kali proses penggeledahan, KPK juga gagal menemukan barang bukti.

Baca juga: Ada Istilah Titipan Pak Menteri di Sidang Kasus Korupsi Bansos Covid-19 yang Libatkan Juliari Batubara

Pada konteks ini, menurut dia, bukan tidak mungkin ada pihak-pihak internal KPK yang membocorkan informasi atau memperlambat proses penggeledahan.

Tidak hanya pada proses penyidikan, ICW juga melihat penanganan perkara ini diperparah dalam fase penuntutan.

"Sebagai contoh, penuntut umum KPK tidak memasukkan maka Ihsan Yunus dalam surat dakwaan," ucap Kurnia.

"Selain itu, Yogas yang pada awalnya disebut sebagai perantara Ihsan Yunus pun hilang dalam dakwaan," lanjut dia.

Padahal, menurut Kurnia, nama Ihsan Yunus dan Yogas secara klir terlihat oleh publik pada forum rekonstruksi yang dilakukan oleh Penyidik.

Tak hanya itu, pada forum persidangan pun Herman Herry tidak kunjung dimintai keterangan sebagai saksi.

Baca juga: Eks Mensos Juliari Batubara dkk Segera Disidang

Lebih jauh, di luar isu ini,  ICW mengingatkan satu hal penting yakni jangan sampai ada nama-nama yang hilang kembali dalam surat dakwaan mengingat persidangan Eks Mensos Juliari akan dilaksanakan pada Rabu (21/4/2021) nanti.

Herman Herry atau Ihsan Yunus misalnya, menurut Kurnia, keduanya disebut di forum persidangan mendapatkan kuota besar pengadaan bansos di Kemensos.

"Sehingga menjadi hal wajar jika nama mereka turut dimasukkan dalam dakwaan," ucap dia.

Selain itu, Kurnia menyebut, yang penting untuk diingat yakni syarat objektif surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 KUHAP adalah menerangkan secara cermat, jelas, dan lengkap suatu tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.

"Untuk itu, menjadi kewajiban bagi penuntut umum untuk menjalaskan detail perkara ini dalam surat dakwaan, bukan justru ikut-ikutan berkomplotan dengan menghilangkan nama maupun peran pihak-pihak lain," tutur peneliti ICW ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com