JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus suap dana bantuan sosial di Kementerian Sosial, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja dituntut hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan penjara.
Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja merupakan terdakwa yang menyuap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.
Merespons hal itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, tuntutan yang dijatuhkan kepada Ardian dan Sidabukke sangat rendah.
Menurut dia, tuntutan itu menciderai hati masyarakat terdampak Covid-19 di wilayah Jabodebatek yang bansosnya dijadikan bancakan oleh komplotan Juliari.
Baca juga: Penyuap Juliari Batubara Akui Ada Istilah Bina Lingkungan di Kemensos
Namun, ICW menilai, permasalahan utama dari rendahnya tuntutan itu sebenarnya berada pada pengaturan pemberi suap dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
"Sebab, regulasi itu hanya memungkinkan pemberi suap dijatuhi pidana maksimal lima tahun penjara (Pasal 5)," kata Kurnia kepada Kompas.com, Senin (19/4/2021).
"Padahal, dalam keadaan tertentu, misalnya seperti yang dilakukan oleh dua terdakwa ini, mereka sangat layak dijatuhi hukuman maksimal atau setidaknya di atas 10 tahun penjara," ucap dia.
Di luar problematika regulasi, Kurnia berpendapat, semestinya tuntutan penuntut umum dapat menjangkau pidana penjara maksimal pada Pasal 5 yakni lima tahun penjara.
Selain itu, menurut dia, pengenaan denda juga tidak maksimal. Harusnya, dua pelaku suap itu, dikenakan tuntutan denda sebesar Rp 250 juta, bukan cuma Rp 100 juta.
Baca juga: Penyuap Juliari Batubara Dituntut 4 Tahun Penjara
"Akan tetapi, kembali lagi, ICW sejak awal sudah tidak meyakini KPK akan berpihak pada masyarakat dengan menuntaskan penanganan korupsi bansos," ucap Kurnia.
Kurnia mengatakan, sejak fase penyidikan, ICW sudah menemukan ada banyak kejanggalan dalam kinerja penindakan KPK.
Misalnya, KPK enggan untuk memanggil Herman Herry sebagai saksi.
Padahal, lanjut dia, dari pengakuan salah seorang saksi yang telah membeberkan informasi bahwa politisi PDI-P itu, terbukti mendapatkan kuota besar dari proyek pengadaan bansos ini.
Lebih lanjut, Kurnia menambahkan, dalam beberapa kali proses penggeledahan, KPK juga gagal menemukan barang bukti.
Pada konteks ini, menurut dia, bukan tidak mungkin ada pihak-pihak internal KPK yang membocorkan informasi atau memperlambat proses penggeledahan.