JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta mengendalikan euforia yang timbul di masyarakat terhadap program vaksinasi covid-19.
Pasalnya, vaksinasi Covid-19 belum menyentuh 5 persen dari total sasaran populasi sehingga program ini belum memberikan dampak yang cukup luas.
"Euforia (masyarakat) karena adanya vaksin perlu dikelola dan diluruskan dengan baik. Vaksin dari sisi cakupan belum menyentuh 5 persen total populasi, kalau bicara efektivitas ini belum memberikan dampak yang luas," kata epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman kepada Kompas.com, Senin (19/4/2021).
Ia juga meminta pemerintah jangan hanya menyampaikan narasi positif tentang situasi pandemi Covid-19 di Indonesia.
Baca juga: Menkes: Jangan Sampai Vaksinasi Covid-19 Buat Kita Euforia dan Tak Waspada
Sebaliknya, informasi yang disampaikan mesti terbuka dan apa adanya agar masyarakat memahami situasi sebenarnya yang masih terjadi.
"Strategi komunikasi pemerintah harus diperbaiki, tidak menunjukan narasi yang positif saja, dan juga harus diperkuat dengan tranparansi data. Optimis penting namun juga harus realistis," jelas Dicky.
Menurut Dicky, pemerintah harus terbuka tentang penurunan jumlah kasus positif, juga disertai dengan menurunnya angka testing.
Lebih lanjut, Dicky juga meminta pemerintah terbuka pada masyarakat bahwa saat ini status Indonesia dari WHO adalah negara dengan kategori community transmission.
Comunity transmission adalah negara dengan tingkat penularan tertinggi Covid-19 di komunitas.
Baca juga: Jokowi: Covid-19 Masih Ada dan Nyata, Tetap Ingat dan Waspada
Penularan tertinggi itu tidak hanya pada kerumunan atau komunitas perkantoran tapi juga terjadi di komunitas terkecil masyarakat seperti dari tetangga dan keluarga.
"Pemerintah harus jujur mengatakan bahwa situasi pandemi Covid-19 kita belum terkendali dengan baik. Levelnya juga masih community transmission," ungkap Dicky.
Dicky menuturkan jika ada kebijakan pembukaan mall, pasar, dan perjalanan, pemerintah harus menegaskan bahwa hal itu dilakukan bukan karena situasi pandemi Covid-19 sudah mereda. Namun, kebijakan itu dilakukan guna kepentingan ekonomi.
"Jadi pemerintah harus menjamin adanya jaring-jaring pengaman, pemerintah menerapkan 3T (testing, tracing, treatment) sedangkan masyarakat tetap patuh pada 5M," imbuh dia.
Dicky berharap komunikasi publik dari pemerintah bisa dibenahi agar tidak terjadi gelombang kedua pandemi Covid-19 seperti yang dialami India.
Baca juga: Jokowi: Tidak Boleh Sepelekan Covid-19, Jangan Sampai Kasus Naik Lagi
"Di Indonesia kemungkinan terburuk seperti di India belum terjadi dan jangan sampai terjadi. Jangan seperti di India karena 3T nya melonggar akhirnya muncul super spreader event dan super strain," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin khawatir kasus penambahan Covid-19 dapat melonjak lagi karena masyarakat terjebak dalam euforia.
Budi menyebut euforia tersebut dikhawatirkan akan menyebabkan masyarakat abai pada protokol kesehatan.
"Ini masyarakat sudah euforia nih, jadi sudah enggak waspada, takut aku, takut nanti kita sudah capek PPKM dikombinasikan dengan vaksinasi ini (bisa seperti) Chile, India, (kasus positif Covid-19) naik lagi," jelas Budi dalam Forum Diskusi Bersama Menkes, Minggu (18/4/2021) malam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.