Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPOM Sudah Selesai Menilai Vaksin Nusantara, Tak Akan Beri Perhatian Lagi

Kompas.com - 16/04/2021, 15:49 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan, dirinya tak akan memberikan komentar terkait vaksin dendrintik atau vaksin Nusantara yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Hal tersebut disampaikan Penny ketika ditanya terkait konsekuensi kesehatan dan hukum apabila penelitian vaksin Nusantara tetap dilanjutkan tanpa izin BPOM.

"Saya tidak mau komentari ya karena vaksin dendritik atau dikomersilkan dengan nama vaksin Nusantara itu sudah beralih sekarang. Saya sudah tidak mau komentari lagi," kata Penny dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (16/4/2021).

Penny mengatakan, penilaian BPOM terhadap vaksin tersebut sudah sesusai standar yang berlaku dalam pengembangan vaksin yaitu aspek Good Laboratory Practice (GLP) dan Good Manufacturing Practice (GMP).

Baca juga: BPOM: Vaskin Merah Putih Ditargetkan Mulai Diproduksi pada Awal 2022

Ia juga menambahkan, apapun kegiatan yang dilakukan terkait vaksin Nusantara baru-baru ini bukan merupakan kewenangan BPOM.

"Tentunya apa yang sekarang terjadi itu, di luar Badan POM. Dan dalam hal bukan kami untuk menilai itu," ujarnya.

Lebih lanjut, Penny mengatakan, tim peneliti dari vaksin Nusantara harus melakukan perbaikan terkait uji klinik fase I yang telah disampaikan BPOM apabila ingin melanjutkan uji klinik fase II.

"Vaksin dendritik ini belum bisa dilanjutkan ke fase II, sudah clear kan, karena ada temuan-temuan correction action, preventive action. Koreksi-koreksi yang diberikan oleh Badan POM itu harus ada perbaikan dulu kalau mau lanjut ke fase II," pungkasnya.

Baca juga: Soal Vaksin Nusantara, BPOM: Harus Ada Perbaikan Dulu Sebelum Lanjut Uji Klinik Fase II

Sebagaimana diketahui, uji klinik fase kedua vaksin Nusantara tetap dilanjutkan meski belum mendapatkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dari BPOM.

Sejumlah anggota Komisi IX menjadi relawan pengembangan vaksin. Sampel darah mereka diambil di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4/2021).

Sementara berdasarkan data studi vaksin Nusantara, tercatat 20 dari 28 subjek atau 71,4 persen relawan uji klinik fase I mengalami Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dalam grade 1 dan 2.

Penny mengatakan, relawan mengalami kejadian yang tidak diinginkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mcg.

Baca juga: Satgas: Jika Penuhi Kriteria BPOM, Pemerintah Akan Dukung Vaksin Nusantara

"Dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant," kata Penny, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

Penny mengatakan, KTD pada relawan antara lain nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal.

Menurut Penny, KTD grade 3 terjadi pada pada 6 subjek.

Rinciannya, satu subjek mengalami hipernatremi, dua subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan tiga subjek mengalami peningkatan kolesterol.

Penny menjelaskan, KTD grade 3 merupakan salah satu kriteria untuk menghentikan pelaksanaan uji klinik sebagaimana tercantum pada protokol. Namun, tim peneliti tidak melakukan penghentian uji klinik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com