Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Vaksin Nusantara Dikembangkan di Tahap Praklinis, BPOM: Agar Tak jadi Percobaan yang Tak Pasti

Kompas.com - 15/04/2021, 15:52 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan, data interim fase I vaksin Nusantara yang diserahkan tim peneliti belum cukup untuk memberikan landasan uji klinik fase II.

Penny mengatakan, ada beberapa data terkait keamanan dari vaksin dan kemampuan vaksin membentuk antibodi yang belum terpenuhi.

"Dan juga pembuktian mutu dari produk vaksin dendritik yang belum memadai," kata Penny dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

Penny menyarankan, penelitian vaksin Nusantara dikembangkan terlebih dahulu pada tahap praklinik sebelum masuk ke uji klinik untuk mendapatkan basic concept yang jelas.

"Sehingga pada uji klinik di manusia bukan merupakan percobaan yang belum pasti," tambahnya.

Baca juga: Satgas Covid-19: Tim Vaksin Nusantara Sebaiknya Berkoordinasi dengan BPOM

Ada sejumlah hal yang disoroti Penny, antara lain respons antibodi dari vaksin Nusantara.

Ia mengatakan, pada studi praklinik vaksin gagasan mantan Menteri Kesehatan Terawan Putranto itu, respons antibodi menunjukkan hasil yang tidak konsisten dengan dosis vaksin dendrintik yang diberikan.

Penny mengatakan, respons antibodi Immunoglobulin G (IgG) terlihat pada hewan yang diberikan kombinasi vaksin dendrintik dengan komponen GMCSF (Sarmogastrim).

"Hal ini menimbulkan asumsi, peningkatan antibodi pada kelompok hewan ini bukan karena vaksin dendritik tapi karena pemberian GMCSF, namun hal ini belum dapat dipastikan mengingat dalam studi praklinik ini tidak ada pembandingan dengan GMCSF saja," ujarnya.

Baca juga: Satgas Covid-19: Vaksin Nusantara Dikembangkan di Amerika dan Diujicoba di Indonesia

Selain itu, menurut Penny, dari data yang diterima BPOM juga menunjukkan hanya ada data keamanan pada organ limpa.

Namun, data keamanan untuk organ utama seperti jantung, hati, ginjal, paru dan otak tidak ada. Bahkan, tim peneliti tidak melakukan studi toksisitas akut guna menilai batas maksimum dosis yang ditolerir pada hewan.

"Hal ini penting sekali untuk memprediksikan dosis vaksin yang aman pada manusia," ucapnya.

Adapun tim peneliti vaksin Nusantara terdiri dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan; RSUP Dr Kariadi, Semarang; Universitas Diponegoro, Semarang; dan Aivita Biomedical dari Amerika Serikat.

Pendanaan penelitian vaksin berbasis sel dendritik ini didukung oleh Balitbangkes dan Aivita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com