Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vaksin Nusantara Menambah Kontroversi DPR Saat Pandemi, Ini Daftar Polemiknya

Kompas.com - 15/04/2021, 13:23 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seolah tidak henti-hentinya menciptakan kontroversi di tengah pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun.

Berdasarkan catatan Kompas.com, kontroversi yang dilakukan DPR itu merentang jauh sejak awal pandemi.

Misalnya, ketika mereka memamerkan diri mengenakan alat pelindung diri (APD) saat APD masih langka, hingga yang terbaru saat disuntikkan Vaksin Nusantara yang dinilai bermasalah.

Baca juga: Anggota DPR Dinilai Beri Contoh Tak Baik karena Terabas Aturan BPOM

Berikut sejumlah kontroversi dari DPR selama masa pandemi:

Rapid test untuk keluarga

Ketika pandemi Covid-19 masih berumur jagung, DPR telah menuai kontroversi ketika Sekretariat Jenderal DPR menjadwalkan rapid test bagi anggota dewan dan keluarganya.

Sekjen DPR Indra Iskandar saat itu menyebutkan, jumlah peserta rapid test diperkirakan mencapai 2.000 orang dengan asumsi jumlah anggota DPR sebanyak 575 dengan masing-masing membawa empat anggota keluarga.

Kritik salah satunya datang asosiasi masyarakat sipil yang menamakan diri Gerakan untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD).

Baca juga: Rapid Test untuk DPR dan Keluarganya Dinilai Berlebihan

Pasalnya, saat itu rapid test diprioritaskan bagi mereka yang berstatus sebagai orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) sedangkan anggota DPR dan keluarganya tidak termasuk kriteria prioritas itu.

"Rapid test untuk seluruh anggota DPR beserta keluarganya merupakan langkah yang berlebihan dan menambah beban luka masyarakat," kata Anggota GIAD Jeirry Sumampow melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (24/3/2020).

Menurut Jeirry, tindakan tersebut menunjukkan bahwa anggota DPR justru mengistimewakan dirinya sendiri sementara tidak sedikit tenaga medis yang terpapar Covid-19.

"Entah bagaimana cara berpikir anggota DPR tiba-tiba mendapatkan fasilitas rapid test di saat banyak kebutuhan mendasar baik untuk petugas medis maupun masyarakat umum belum terpenuhi," ujar Jeirry.

Baca juga: DPR Jadi Relawan Vaksin Nusantara, Pengamat: Bisa Dianggap Politisasi Vaksin

Ilustrasi : Suasana gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (22/5/2009)KOMPAS/PRIYOMBODO Ilustrasi : Suasana gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (22/5/2009)

Mengenakan APD saat masih langka

Masih di awal pandemi, pada bulan April 2020, Satuan Tugas Lawan Covid-19 yang dibentuk DPR dikritik setelah foto mereka yang sedang mengenakan baju alat pelindung diri (APD) di Kompleks Parlemen tersebar di media sosial.

Aksi tersebut menuai kritik pedas dari warganet karena saat itu tidak sedikit tenaga kesehatan yang mengeluhkan sedikitnya persediaan APD.

Kritik tersebut salah satunya dilontarkan presenter Najwa Shihab yang menilai perbuatan tersebut telah melukai hati masyarakat.

Baca juga: Kerja-kerja DPR di Tengah Pandemi Covid-19...

"Tenaga medis kita saja bertaruh nyawa benar karena kekurangan APD," tutur Najwa video bertajuk "Kepada Tuan dan Puan Anggota DPR yang Terhormat" yang diunggah melalui platform YouTube.

"Kecuali ya, yang dipakai anggota DPR itu APD yang lain, Alat Pelindung Dewan. Salam hormat dari kami yang kalian wakili," kata Najwa Shihab.

Menanggapi kritik tersebut, anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyebut APD hanya digunakan ketiga Satgas Lawan Covid-19 DPR Berkunjung ke RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran guna menyerahkan bantuan.

"Karena kunjungan itu sampai ke area di mana semua orang harus pakai APD maka sekitar 15 anggota Satgas yang ikut pakai APD ketika berangkat dari DPR. Lalu di mana tidak pantasnya kalau hanya 15 APD dipakai sendiri sementara ribuan APD disumbangkan," kata Arsul yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR.

Baca juga: Vaksin Nusantara Belum Diuji pada Hewan, Ahli Sebut Tak Wajar Diuji Langsung ke DPR

Herbavid-19

Satgas Lawan Covid-19 bentukan DPR kembali menuai kritik ketika memberikan bantuan berupa obat herbal bernama "Herbavid-19" yang diklaim mampu mengobati pasien Covid-19.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahma mengaku sembuh dari Covid-19 setelah rutin meminum obat tersebut.

"Saya sendiri sudah merasakan manfaatnya, saya sembuh. Dan saya nazar kalau sembuh, kami mau produksi yang banyak minimal untuk 3.000 orang, kami mau bagi-bagi ke yang membutuhkan," kata Dasco kepada wartawan, Selasa (28/4/2020).

Baca juga: Satgas Covid-19 DPR Bagikan Herbavid19 ke RS, Diklaim Mampu Obati Pasien

Foto produk Herbavid19 yang dibagikan Satgas Lawan Covid-19 DPR ke rumah sakit.Dokumen Satgas Lawan Covid-19 DPR Foto produk Herbavid19 yang dibagikan Satgas Lawan Covid-19 DPR ke rumah sakit.
Akan tetapi, inisiatif tersebut turut mengundang persoalan karena Herbavid diedarkan sebelum mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Ahli farmakologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sugiyanto mengatakan, izin dari BPOM wajib dipenuhi untuh menjamin keamanan dan khasiat obat yang diedarkan.

Obat yang beredar tanpa izin BPOM, lanjut Sugiyanto, dapat dinyatakan sebagai pelanggaran administratif dan tak menutup kemungkinan menjadi pelanggaran pidana.

"Pelanggaran administratif bisa menjadi pidana kalau di situ ada unsur penipuan. Misalnya klaim khasiatnya tidak terbukti atau manakala obat menyebabkan efek toksik yang serius misal cacat badan atau kematian," ujar Sugiyanto.

Baca juga: Bolehkah Satgas Lawan Covid-19 DPR Bagikan Herbavid19 meski Belum Ada Izin Edar?

Belakangan, BPOM akhirnya memberikan izin edar bagi Herbavid-19, teregistrasi dengan nomor TR203643421.

Vaksinasi keluarga

DPR kembali menimbulkan kontroversi ketika menggelar vaksinasi bagi anggota DPR dan pekerja di lingkungan Kompleks Parlemen yang juga dapat diikuti oleh keluarga anggota dewan.

Hal itu menjadi masalah karena jeluarga anggota DPR tidak termasuk dalam prioritas vaksinasi kategori pelayan publik.

Kegiatan vaksinasi itu pun dilakukan secara tertutup tanpa dapat diliput oleh media massa, berbeda dengan kegiatan vaksinasi di tempat lain yang diselenggarakan terbuka.

Baca juga: DPR Diminta Terbuka soal Vaksin Nusantara, Ini Vaksinasi Atau Hanya Diambil Darah Saja?

Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, vaksinasi bagi anggota DPR dan keluarganya tidak perlu dijadikan polemik karena vaksinasi merupakan hak seluruh warga negara Indonesia.

"Jadi, jangan dilihat (anggota) keluarga ikut divaksin atau tidak. Namun, semua warga negara pada dasarnya wajib divaksin Covid-19. Dalam satu rumah, satu orang diberi vaksin namun yang lain tidak, tentu itu berisiko," kata Indra.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, kasus tersebut kembali menunjukkan eksklusivitas anggota DPR yang ingin dirinya didahulukan.

"Keikutsertaan anggota keluarga DPR juga memperlihatkan eksklusivitas anggota DPR yang tampak selalu ingin terlihat beda dari yang lain," kata Lucius.

Baca juga: Vaksinasi Covid-19 bagi Anggota Keluarga DPR yang Jadi Polemik...

Mengenal Vaksin NusantaraKOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Mengenal Vaksin Nusantara

Vaksin Nusantara

Sejumlah anggota DPR menjadi relawan dalam pengembangan vaksin Nusantara kendati vaksin tersebut belum memenuhi sejumlah sayarat dalam proses pengembangan vaksin.

Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, vaksin Nusantara juga belum layak dilanjutkan ke uji klinik fase II.

Penny menyebut inisiatif para anggota DPR tersebut tidak terkait dengan proses yang berlaku di BPOM supaya vaksin tersebut dapat diproduksi secara massal.

"Yang jelas itu (anggota DPR jadi relawan vaksin Nusantara) bukan dalam kaitannya dengan BPOM untuk menjadi produk yang akan bisa dibuat massal," kata Penny

Baca juga: Penyuntikan Vaksin Nusantara di RSPAD, Kepala BPOM: Tak Ada Kaitan dengan Kami

Penny pun membeberkan sejumlah syarat yang belum dipenuhi dalam pengembangan vaksin Nusantara, antara lain cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).

Kemudian, salah satu syarat yaitu proof of concept juga belum terpenuhi. Antigen pada vaksin tersebut dinilai tak memenuhi pharmaceutical grade.

Penny juga mengatakan, hasil uji klinis fase I terkait keamanan, efektivitas atau kemampuan potensi imunogenitas untuk meningkatkan antibodi belum meyakinkan.

Baca juga: Soal Vaksin Nusantara, Epidemiolog Minta Menkes Ambil Sikap Tegas

Namun, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, ia dan anggota DPR lainnya bersedia menjadi relawan uji klinik vaksin Nusantara dengan alasan membantu program vaksinasi.

Dasco meyakini, vaksin yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu dapat mengantisipasi kebijakan embargo di sejumlah negara penghasil vaksin.

"Ini juga bisa sedikit banyak membantu program-program vaksinasi pemerintah. Sehingga dengan adanya vaksin nusantara ini perlu dibantu pemerintah untuk mengurangi kelangkaan vaksin karena embargo," kata Dasco.

Baca juga: Saat Pimpinan dan Anggota DPR Jadi Relawan Penelitian Vaksin Nusantara

Ketua DPR Puan Maharani (kanan) berpidato pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-16 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/4/2021). Rapat Paripurna tersebut membahas persetujuan fraksi-fraksi terhadap pertimbangan penggabungan kementerian dan pembentukan kementerian baru serta pidato penutupan masa persidangan IV Tahun Sidang 2020-2021. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA Ketua DPR Puan Maharani (kanan) berpidato pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-16 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/4/2021). Rapat Paripurna tersebut membahas persetujuan fraksi-fraksi terhadap pertimbangan penggabungan kementerian dan pembentukan kementerian baru serta pidato penutupan masa persidangan IV Tahun Sidang 2020-2021. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

Sahkan UU kontroversial

Di tengah pandemi Covid-19, DPR memang tetap menjalankan fungsi legislasinya dengan mengesahkan sejumlah undang-undang.

Namun, undang-undang yang disahkan justru undang-undang yang banyak diprotes masyarakat, salah satunya adalah Undang-Undang Cipta Kerja.

UU Cipta Kerja disahkan pada 5 Oktober 2020 dan langsung disambut dengan unjuk rasa besar-besaran di sejumlah wilayah yang diwarnai dengan aksi kekerasan oleh aparat.

Sejak awal, RUU ini juga telah mendapat protes dari kalangan buruh karena mengandung aturan yang memangkas hak-hak pekerja dan hanya menguntungkan pengusaha.

Publik juga menilai penyusunan UU Cipta Kerja dilakukan secara tertutup tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat.

Selain UU Cipta Kerja, DPR juga mengesahkan undang-undang kontroversial lainnya di tengah pandemi yakni Undang-Undang Mineral dan Batubara, Undang-Undang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, serta Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran: Pelantikan Wapres 6 Bulan Lagi, Saya Ingin ‘Belanja’ Masalah Sebanyak-banyaknya

Gibran: Pelantikan Wapres 6 Bulan Lagi, Saya Ingin ‘Belanja’ Masalah Sebanyak-banyaknya

Nasional
Sambutan Meriah PKB untuk Prabowo

Sambutan Meriah PKB untuk Prabowo

Nasional
Berkelakar, Menkes: Enggak Pernah Lihat Pak Presiden Masuk RS, Berarti Menkesnya Berhasil

Berkelakar, Menkes: Enggak Pernah Lihat Pak Presiden Masuk RS, Berarti Menkesnya Berhasil

Nasional
Pidato Lengkap Prabowo Usai Ditetapkan Jadi Presiden RI Terpilih

Pidato Lengkap Prabowo Usai Ditetapkan Jadi Presiden RI Terpilih

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Apresiasi Prabowo yang Mau Rangkul Semua Pihak

Wapres Ma'ruf Amin Apresiasi Prabowo yang Mau Rangkul Semua Pihak

Nasional
Jokowi: Target Stunting 14 Persen Ambisius, Bukan Hal Mudah

Jokowi: Target Stunting 14 Persen Ambisius, Bukan Hal Mudah

Nasional
KPK Wanti-wanti soal Program Makan Siang Gratis Prabowo, Rosan Angkat Bicara

KPK Wanti-wanti soal Program Makan Siang Gratis Prabowo, Rosan Angkat Bicara

Nasional
KPU Tegaskan Undang Ganjar-Mahfud ke Penetapan Prabowo-Gibran, Kirim Surat Fisik dan Digital

KPU Tegaskan Undang Ganjar-Mahfud ke Penetapan Prabowo-Gibran, Kirim Surat Fisik dan Digital

Nasional
Sebut Sudah Bertemu Beberapa Tokoh, Gibran: Gong-nya Hari Ini Ketemu Wapres Ma’ruf Amin

Sebut Sudah Bertemu Beberapa Tokoh, Gibran: Gong-nya Hari Ini Ketemu Wapres Ma’ruf Amin

Nasional
Anggota Dewas Akui Dilaporkan Wakil Ketua KPK karena Koordinasi dengan PPATK

Anggota Dewas Akui Dilaporkan Wakil Ketua KPK karena Koordinasi dengan PPATK

Nasional
Prabowo: Pers Bagian Penting Demokrasi meski Kadang Meresahkan

Prabowo: Pers Bagian Penting Demokrasi meski Kadang Meresahkan

Nasional
Prabowo: Pertandingan Selesai, di Dalam atau Luar Pemerintahan Harus Rukun

Prabowo: Pertandingan Selesai, di Dalam atau Luar Pemerintahan Harus Rukun

Nasional
Gibran Dijadwalkan Bertemu Wapres Ma'ruf Amin Sore Ini

Gibran Dijadwalkan Bertemu Wapres Ma'ruf Amin Sore Ini

Nasional
Prabowo Tiba di DPP PKB, Disambut Cak Imin dengan Karpet Merah

Prabowo Tiba di DPP PKB, Disambut Cak Imin dengan Karpet Merah

Nasional
Mahfud Sebut Mulai Buka Komunikasi dengan Banyak Pihak yang Sengaja Ditutup Selama Pilpres 2024

Mahfud Sebut Mulai Buka Komunikasi dengan Banyak Pihak yang Sengaja Ditutup Selama Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com