Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mayoritas Serangan Digital Menyasar Akademisi, Jurnalis dan Aktivis

Kompas.com - 14/04/2021, 15:09 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mencatat 147 serangan digital yang terjadi sepanjang 2020.

Mayoritas serangan di dunia maya tersebut menyasar kelompok yang sering menyampaikan kritik, yakni akademisi, jurnalis dan aktivis.

"Sepanjang 2020, kami temukan 147 insiden serangan digital. Sebanyak 85 persennya tertuju kepada kelompok kritis. Salah satunya teman-teman akademisi," ujar Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto dalam diskusi bertajuk Kebebasan Ekspresi, Hukum, dan Dinamika Perkembangannya, Selasa (14/4/2021).

Baca juga: Akademisi Sebut Pembungkaman Kritik di Era Jokowi Makin Kompleks

Sementara itu, Damar menuturkan, jurnalis kerap mengalami doxing atau pembongkaran serta penyebaran data pribadi. Sedangkan aktivis mengalami peristiwa yang jauh lebih buruk.

Damar mencontohkan, dalan konteks kasus Papua, sejumlah aktivis mengalami pengambilalihan akun media sosial oleh pihak yang tidak dikenal.

Ada pula yang mendapat kiriman makanan yang tidak pernah dipesan dari aplikasi ojek online.

"Ini situasi yang tidak pernah terjadi di periode-periode (pemerintahan) sebelumnya," kata Damar.

Dalam kesempatan yang sama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Herlambang P Wiratraman mengatakan, pembungkaman terhadap kritik kepada penguasa saat ini semakin kompleks.

Baca juga: Serangan Digital di Era Jokowi: Pelanggaran Hak Berpendapat dan Pembungkaman Kritik

Kini upaya pembungkaman cenderung berupa serangan digital, misalnya doxing atau pembongkaran serta penyebaran data pribadi. Di sisi lain, upaya sensor, persekusi dan pemenjaraan juga masih terjadi.

"Sementara kalau hari ini kompleks. Seiring dengan perkembangan teknologi, cara membungkam kritik terhadap penyelenggara kekuasaan bukan dengan ditutup aksesnya tetapi diserbu lewat informasi yang tidak relevan," ucap Herlambang.

Dengan kata lain, Herlambang menegaskan, pembungkaman kritik di era digital juga dapat dilakukan dengan memproduksi hoaks. Semakin kompleksnya pembungkaman media juga berpengaruh pada kemunduran demokrasi Indonesia.

Herlambang mencontohkan saat ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyampaikan kritik atas pengembangan obat Covid-19. Setelah itu akun media sosial Pandu diretas.

Kemudian, kasus yang dialami mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan narasumber dalam studi konstitusi terkait pemberhentian presiden.

Baca juga: Amnesty: Peretasan Situs Tempo dan Pandu Riono Serangan terhadap Kebebasan Berekspresi

 

"Yang jadi tanda tanya, mulai dari panitia, penyelenggara diskusi bisa sampai berhenti dan dibubarkan dengan serangan-serangan digital," kata Herlambang.

"Bahkan mereka menerima teror dalam bentuk ada yang mengirim makanan menggunakan ojek online padahal tidak dipesan, didatangi orang-orang tidak jelas, digedor-gedor," lanjutnya.

Meski demikian, Herlambang menyebut dua kejadian itu tidak mengejutkan. Sebab pada tahun-tahun sebelumnya juga terjadi peristiwa serupa.

Ia menyinggung penangkapan jurnalis sekaligus sutradara film dokumenter Dandhy Laksono pada Kamis (26/9/2019) malam.

Baca juga: Penangkapan Dandhy Laksono dan Ananda Badudu yang Mengejutkan Publik...

 

Dandhy diperiksa atas kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

Dandhy dicecar 14 pertanyaan terkait kicauan akun Twitternya terkait Papua dan Wamena pada 23 September 2019.

"Misalnya saat malam-malam Mas Dandy Laksono dibawa polisi," ujar Herlambang.

"Memang serangan digital maupun serangan ke kampus-kampus bertubi-tubi bahkan sudah tercatat sejak 2015," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com