Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut: KPK Jangan Jadi Alat Politik dan Kekuasaan

Kompas.com - 14/04/2021, 05:46 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tak menjadi alat politik dan kekuasaan.

Ia meyakini KPK akan semakin kokoh dan kuat dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi jika tak menjadi alat kekuasaan dan politik.

"KPK harus kokoh. KPK tidak boleh menjadi alat politik dan menjadi alat kekuasaan," kata Luhut dalam acara Aksi Pencegahan Korupsi Stranas PK yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/4/2021).

Baca juga: Luhut: KPK Ini Super Sakti, tapi...

Luhut mengatakan, KPK sudah sepatutnya tegak lurus menjalankan tugasnya.

Luhut pun merinci tiga tugas utama KPK yakni pengawasan, pencegahan dan penindakan.

Dari ketiga tugas utama itu, Luhut mendorong KPK mengedepankan tugas pencegahan korupsi.

"Pencegahan itu satu faktor yang sangat penting. Jadi jangan penindakan saja yang menonjol, pencegahan kurang. Justru pencegahan ini yang menurut hemat saya harus kita dorong. Dan pemerintah sangat ingin KPK kuat dan KPK harus bisa mencegah pengeluaran dan penyelewengan yang tidak perlu. Dan kalau itu diperlukan sampai pada penindakan," tutur Luhut.

Luhut berujar bahwa terdapat sejumlah program dan megaproyek yang dijalankan pemerintah yang membutuhkan peran serta KPK untuk mengawalnya agar tidak terjadi korupsi.

Baca juga: Luhut: OTT KPK Tak Seperti yang Diharapkan

Beberapa di antaranya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, perbaikan sistem di Pelabuhan Batam dengan National System Windows, hingga penyerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di industri nasional.

"Ini proyek yang saya singgung dengan KPK. Ayo kita awasi sama-sama proses TKDN ini," ujar Luhut.

Luhut mengungkapkan, saat ini belanja modal dan barang Indonesia mencapai angka Rp1.300 triliun pertahun.

Dari nilai tersebut, terdapat 45 item dengan nilai sekitar 34 miliar dolar AS yang diadakan melalui impor.

Padahal, kata Luhut, setelah disisir, terdapat 17 item dengan nilai sekitar 17 miliar dolar AS atau Rp225 triliun yang bisa diproduksi di dalam negeri.

Dengan nilai sebesar itu, Luhut meyakini akan menciptakan lapangan pekerjaan dan menambah pendapatan negara.

"Karena kalau TKDN ini bisa kita laksanakan dengan baik saya kira akan sangat bagus," katanya.

Baca juga: Luhut: Rare Earth Banyak Diekspor Secara Ilegal

Hal seperti itu menurut Luhut juga tak boleh lolos dari pantauan KPK.

Luhut juga menyinggung mengenai Batam Logistic Ecosystem yang akan diterapkan di delapan pelabuhan.

Menurut dia, proyek tersebut juga membutuhkan pengawalan KPK lantaran banyak yang menentang akibat 'lahan basahnya terganggu'.

"Saya mohon juga KPK ikut di dalam ini supaya bisa jalan karena banyak yang tidak mau ini jalan. Kenapa tidak mau ini jalan? Karena di situlah sumber korupsi yang sangat banyak," ujar Luhut.

Dengan berbagai megaproyek pemerintah yang membutuhkan pengawalan KPK, Luhut meminta lembaga antirasuah itu kukuh dalam menjalankan tugasnya tanpa intervensi dari pihak manapun.

Luhut menekankan, KPK tidak boleh dikontrol oleh pihak manapun. KPK, katanya, hanya boleh dikontrol oleh KPK sendiri untuk kepentingan negara.

Baca juga: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tambah Satu Stasiun, Dipantau Ketat Luhut

"KPK harus kuat. Tapi kuat terukur. Jangan KPK menjadi alat siapapun dan dikontrol oleh siapapun. KPK harus dikontrol oleh KPK dan untuk kepentingan Republik tercinta," kata Luhut.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Luhut Ingatkan KPK Tak Jadi Alat Politik dan Kekuasaan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com