Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah dan DPR Diminta Merinci Arti Penanganan Non-Yudisial dalam Kasus HAM Berat

Kompas.com - 12/04/2021, 16:22 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR diminta memperjelas arti penanganan non-yudisial atau di luar ranah hukum dalam penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, pembentukan Unit Kerja Presiden terkait Penanganan Pelanggaran HAM Berat (UKP-PPHB) menghindari kewajiban pemerintah untuk menuntut pelaku ke pengadilan.

"Jika itu terjadi, maka UKP PPHB itu hanya akan dituduh melindungi para pelaku dan arsitek kejahatan (pelanggaran HAM berat) di masa lalu agar selamat dari jerat hukum melalui cara yudisial dan bahkan lepas dari kewajiban untuk memberi pengakuan di hadapan mekanisme non-yudisial," sebut Usman pada Kompas.com, Senin (12/4/2021).

Baca juga: Kontras: Sejak 2015 Banyak Tim Bentukan Pemerintah untuk Selesaikan Kasus HAM Berat, tapi Berakhir Tak Jelas

Usman mengatakan, jika penyelesaian non-yudisial merujuk pada TAP MPR No V Tahun 2000, maka pemerintah perlu mengikuti garis politik kebijakan TAP tersebut.

Misalnya, sambung Usman, langkah-langkah pengungkapan kebenaran juga disertai suatu proses pengakuan kesalahan, permintaan maaf, pemberian maaf, perdamaian, penegakan hukum, amnesti, rehabilitasi atau alternatif lain yang bermanfaat untuk menegakkan HAM.

"Jadi bukan hanya menghukum yang bersalah, tapi juga membangun moralitas kolektif yang baru bagi kehidupan bangsa Indonesia. Melalui TAP itu, Indonesia telah menetapkan definisi pendekatan nom-yudisial," jelas Usman.

Jika berdasarkan TAP itu, Usman mengatakan, semestinya dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat pemerintah membentuk komisi kebenaran.

Baca juga: Jokowi: Kejaksaan Jadi Aktor Kunci Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu

"Tugas komisi kebenaran itu adalah menegakkan kebenaran dengan mengungkap penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau, serta melaksanakan rekonsiliasi bersama," kata dia.

Namun, menurut Usman, pemerintah dan DPR selama ini dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat hanya fokus pada rekonsiliasi saja.

"Sayangnya pemerintah dan DPR kerap hanya melihat yang terakhir saja yaitu rekonsiliasi," imbuh Usman.

Sebagai informasi diberitakan sebelumnya pembentukan UKP PPBH bertujuan untuk menyelesaiakan kasus pelanggaran HAM berat dengan mekanisme non-yudisial.

Baca juga: Unit Kerja Presiden Terkait Pelanggaran HAM Berat Disebut untuk Pulihkan Hak Korban

Menurut Direktur Instrumen Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Timbul Sinaga mekanisme non-yudisial yang akan dilakukan adalah pemerintah memenuhi hak-hak dasar korban pelanggaran HAM berat.

Saat ini diketahui pembentukan UKP-PPHB sedang dalam proses pembuatan Rancangan Peraturan Presiden sebagai dasar hukum.

Diketahui, berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, korban pelanggaran HAM berat dan ahli warisnya berhak memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.

Kemudian dalam PP nomor 2 Tahun 2002, pemberian ketiga hak itu dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan HAM yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com