JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR diminta memperjelas arti penanganan non-yudisial atau di luar ranah hukum dalam penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, pembentukan Unit Kerja Presiden terkait Penanganan Pelanggaran HAM Berat (UKP-PPHB) menghindari kewajiban pemerintah untuk menuntut pelaku ke pengadilan.
"Jika itu terjadi, maka UKP PPHB itu hanya akan dituduh melindungi para pelaku dan arsitek kejahatan (pelanggaran HAM berat) di masa lalu agar selamat dari jerat hukum melalui cara yudisial dan bahkan lepas dari kewajiban untuk memberi pengakuan di hadapan mekanisme non-yudisial," sebut Usman pada Kompas.com, Senin (12/4/2021).
Usman mengatakan, jika penyelesaian non-yudisial merujuk pada TAP MPR No V Tahun 2000, maka pemerintah perlu mengikuti garis politik kebijakan TAP tersebut.
Misalnya, sambung Usman, langkah-langkah pengungkapan kebenaran juga disertai suatu proses pengakuan kesalahan, permintaan maaf, pemberian maaf, perdamaian, penegakan hukum, amnesti, rehabilitasi atau alternatif lain yang bermanfaat untuk menegakkan HAM.
"Jadi bukan hanya menghukum yang bersalah, tapi juga membangun moralitas kolektif yang baru bagi kehidupan bangsa Indonesia. Melalui TAP itu, Indonesia telah menetapkan definisi pendekatan nom-yudisial," jelas Usman.
Jika berdasarkan TAP itu, Usman mengatakan, semestinya dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat pemerintah membentuk komisi kebenaran.
Baca juga: Jokowi: Kejaksaan Jadi Aktor Kunci Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu
"Tugas komisi kebenaran itu adalah menegakkan kebenaran dengan mengungkap penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau, serta melaksanakan rekonsiliasi bersama," kata dia.
Namun, menurut Usman, pemerintah dan DPR selama ini dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat hanya fokus pada rekonsiliasi saja.
"Sayangnya pemerintah dan DPR kerap hanya melihat yang terakhir saja yaitu rekonsiliasi," imbuh Usman.
Sebagai informasi diberitakan sebelumnya pembentukan UKP PPBH bertujuan untuk menyelesaiakan kasus pelanggaran HAM berat dengan mekanisme non-yudisial.
Baca juga: Unit Kerja Presiden Terkait Pelanggaran HAM Berat Disebut untuk Pulihkan Hak Korban
Menurut Direktur Instrumen Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Timbul Sinaga mekanisme non-yudisial yang akan dilakukan adalah pemerintah memenuhi hak-hak dasar korban pelanggaran HAM berat.
Saat ini diketahui pembentukan UKP-PPHB sedang dalam proses pembuatan Rancangan Peraturan Presiden sebagai dasar hukum.
Diketahui, berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, korban pelanggaran HAM berat dan ahli warisnya berhak memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
Kemudian dalam PP nomor 2 Tahun 2002, pemberian ketiga hak itu dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan HAM yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.