Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agama Memandang Gratifikasi: Ancaman untuk Pemberi-Penerima, hingga Membutakan Orang Bijak

Kompas.com - 12/04/2021, 15:16 WIB
Tatang Guritno,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Praktik gratifikasi kerap melibatkan pejabat negara di Indonesia.

Biasanya, gratifikasi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi terkait pemberian kepada pejabat dengan imbalan tertentu, misalnya mendapatkan proyek pemerintah.

Akan tetapi, pemberian kepada pejabat negara tidak melulu dianggap gratifikasi dan tindak pidana korupsi, selama mengikuti aturan dan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penerimaan gratifikasi harus dilaporkan pada KPK dalam kurun waktu 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima.

Baca juga: Mengenal Gratifikasi: Definisi, Dasar Hukum dan Tata Cara Pelaporannya

Lebih dari itu, praktek ini dapat dikenakan dipidana dengan ancaman penjara minimal 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Menurut penjelasan pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.

Selain urusan pidana, dalam kasus korupsi juga dianggap bertentangan dengan ajaran agama.

Lalu bagaimana agama memandang gratifikasi? Berikut paparannya:

Ancaman untuk pemberi dan penerima

Menurut Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tindakan gratifikasi tidak dibenarkan dalam Islam.

Hal ini disampaikan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya PBNU, Rumadi Ahmad.

Baca juga: Apa Saja Kriteria Gratifikasi yang Tak Perlu Dilaporkan kepada KPK?

Menurut dia, jika gratifikasi diartikan secara luas sebagai sebuah pemberian pada seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maka ada beberapa istilah dalam Islam yang memiliki kedekatan arti dengan tindakan tersebut.

"Beberapa istilah dalam Islam yang mempunyai kdekatan arti dengan gratifikasi antara lain risywah (rasuah) atau suap. Dalam Islam, penyuap dan yang disuap sama-sama diancam dengan api neraka (ar-rasyi wal murtasyi fin nar)," kata Rumadi kepada Kompas.com, Minggu (11/4/2021).

Rumadi menyebut dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama NU tahun 2012, tindakan gratifikasi, atau hibah yang diterima pejabat negara hukumnya haram.

"Di samping melanggar sumpah jabatan yang diucapkan, juga di dalamnya mengandung unsur risywah dan bisa bermakna korupsi (ghulul) dan mengkhianati amanat rakyat," tuturnya.

Baca juga: Dari Anas Urbaningrum, Nazaruddin, hingga Nurhadi, Deretan Kasus Gratifikasi yang Jadi Sorotan

Ilustrasi korupsiSHUTTERSTOCK/ATSTOCK PRODUCTIONS Ilustrasi korupsi

Tidak berdasarkan hukum kasih

Menurut Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Agustinus Heri Wibowo, gratifikasi berpeluang untuk menjadi tindak pidana korupsi, yang tentu saja bertentangan dengan agama.

Sebab, gratifikasi sangat mungkin dilakukan untuk mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri atau orang tertentu dengan merugikan orang lain melalui penyalahgunaan wewenang.

Dalam pandangan Katolik, hal itu diatur pada kitab Keluaran Ayat 23: 8 yang berisi larangan menerima suap karena akan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar.

Baca juga: Cara Melaporkan Gratifikasi, Proses di KPK dan Sanksi bagi Penerima

"Di balik mencuri dan suap, ada hal yang lebih mendasar yaitu seseorang mengkhianati kepercayaan, mempermainkan kebenaran dan mencemari kesucian," ujar Heri kepada Kompas.com, Selasa (6/4/2021).

Heri melanjutkan, dalam Katolik pemberian yang baik adalah pemberian yang berdasarkan asas kasih dan kebaikan.

Hukum kasih itu, sambung Heri, ada pada ajaran Yesus Kristus dalam Markus 12: 30-31 yang berisi, kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu.

Heri menilai praktik gratifikasi bertentangan dengan hukum kasih yang diajarkan oleh Yesus, karena memiliki semangat dasar untuk mencari keuntungan pribadi.

Baca juga: Saat KPK Sebut Singapura Surganya Para Koruptor, Respons, dan Permintaan Maaf

"Maka jelas gratifikasi adalah melawan hukum kasih. Karena tidak mengasihi Allah dengan melawan perintahnya yaitu jangan mencuri dan mengurangi hak orang," ucap Heri.

"Lalu juga tidak mencintai sesama seperti diri sendiri, karena gratifikasi dasarnya adalah rakus untuk mencari keuntungan sendiri, bukan semangat berbagi untuk mengusahakan kebaikan dan kesejahteraan bersama," tuturnya.

Membutakan orang bijak, mengubah keadilan

Pada ajaran Kristen, tindakan gratifikasi tidak dibenarkan karena dianggap dapat membuatakan orang bijaksana dan mengubah keadilan.

Ketua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Pendeta Albertus Patty menyebutkan, hal itu tertulis dalam Kitab Keluaran 23:8, yang berbunyi:

"Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar." 

Patty menjelaskan, meski tidak ada ajaran spesifik dalam Kristen terkait dengan gratiifikasi, namun tindakan ini dinilai sebagai satu tindakan suap.

"Memang ridak ada istilah gratifikasi dalam Kristen. Yang ada adalah dilarang menerima suap. Tetapi saya anggap yang dibilang gratifikasi kepada seseorang pejabat pada dasarnya,” tuturnya.

Selain itu larangan untuk menerima suap dan gratifikasi juga ada pada Kitab Ulangan 16:19 yang berbunyi:

"Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu, dan janganlah menerima suap, sebab suap membuatakan mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com