Bukan kebaikan individu, kebaikan keluarga ataupun kebaikan golongan. Kebaikan bersama ini menjadi nilai titik sambung yang terlahir dari relasi antara keduanya.
Istilah kebaikan bersama memiliki ragam makna. Filosof Yunani klasik seperti Socrates misalnya, mengatakan bahwa kebaikan bersama itu adalah keadilan, Plato mengatakan sebagai pengetahuan, dan Aristoteles mengatakan sebagai kebahagiaan (eudai-monia).
Makna-makna filosofis tersebut mengajarkan kepada kita bahwa irisan politik dan hukum pada kasus prahara PD sejatinya melahirkan keadilan bagi seluruh pihak. Suatu keadaan tegak dan terpenuhinya masing-masing hak alamiah pendiri, pengurus, anggota dan simpatisan partai sebagai manusia bermartabat sesuai norma-norma yang berlaku.
Selain itu, menghadirkan pengetahuan atau penyadaran, terutama tentang kepublikan, yaitu partai politik sebagai lembaga publik bukan lembaga keluarga ataupun swasta, dan mengalirkan kebahagiaan (kepuasan) bagi seluruh pemangku kepentingan.
Secara praktis, kebaikan partai politik dengan makna-makna filosofis itu bisa diturunkan pada regulasi, posisi, dan fungsinya. Di sini regulasi sebagai aturan main dalam berorganisasi, mekanisme dasar bagi pengelolaan konflik dan penyusunan konsensus.
Baca juga: Pengamat: Pemerintah Tak Terpengaruh Narasi Politik dalam Menangani Polemik Partai Demokrat
Kemudian posisi partai politik sebagai pilar demokrasi, bukan sebagai makelar demokrasi. Terakhir, fungsinya adalah sarana pendidikan politik, agregasi politik, rekrutmen politik, dan pengatur konflik.
Dalam konteks itu, perlu diyakini kembali bahwa sebaik-baiknya partai politik adalah yang kokoh regulasinya, ajeg posisinya, dan tunai fungsi-fungsinya. Wallahu’alam bishawab. (*Asep Sahid Gatara, Ketua Prodi Ilmu Politik FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung; Wakil Ketua Asosiasi Program Studi Ilmu Politik (APSIPOL))