JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei dari lembaga survei Indonesia Political Opinion (IPO) menunjukkan, 29,9 persen masyarakat menilai bahwa bantuan langsung tunai (BLT) selama masa pandemi Covid-19 tepat sasaran.
Adapun hasil tersebut didapat setelah tim survei menanyakan tentang program BLT yang diberikan pemerintah terhadap masyarakat selama masa pandemi.
"Cukup menarik karena sepanjang program ini berjalan, ternyata hanya 29,9 persen masyarakat yang menyatakan bahwa bantuan tunai itu tepat sasaran. Sementara 51,3 persen menyatakan tidak tepat," kata Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah dalam diskusi virtual Polemik MNC Trijaya "Evaluasi Kabinet dan Peta Politik 2024" Sabtu (10/4/2021).
Baca juga: Survei IPO: 56 Persen Masyarakat Puas Terhadap Jokowi, Maruf Amin 36 Persen
Kendati demikian, lanjut Dedi, 59 persen responden menyatakan bantuan tunai yang diberikan pemerintah kepada masyarakat itu efektif.
Ia menjelaskan, maksud efektif yang dinilai masyarakat karena penerima bantuan tetap bisa membelanjakan sesuai dengan kebutuhan.
"Artinya bantuan tunai meski itu dianggap tidak tepat sasaran, tetapi itu juga dianggap efektif. Kenapa? Karena penerimanya bisa membelanjakan sesuai dengan kebutuhan," jelasnya.
Hasil survei juga menunjukkan penilaian masyarakat terhadap program pemberian sembako baik yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Menurut Dedi, berdasarkan hasil survei terkait program itu, masyarakat yang menyatakan tepat sasaran ada sebanyak 61,7 persen.
"Tetapi ini juga dianggap tidak tepat sebanyak 63 persen. Jadi rata-rata semua program dianggap masalahnya ada di ketidaktepatan penerima," ucapnya.
Baca juga: Survei SMRC: 77 Persen Responden Puas dengan Kinerja Presiden Jokowi
Kemudian, hasil survei juga menunjukkan bahwa program pemerintah yaitu Kartu Prakerja dinyatakan tidak tepat sasaran oleh masyarakat.
Pasalnya, hanya 23 persen responden yang menyatakan tepat sasaran dan 32 persen menyatakan efektif.
"Berarti program Prakerja itu sudah dianggap tidak tepat sekaligus dianggap juga tidak efektif yaitu sebesar 44 persen menyatakan tidak efektif," ungkap dia.
Baca juga: Survei SMRC: 39 Persen Responden Warga Indonesia Takut Bicara Politik
Lebih lanjut, Dedi juga membeberkan hasil survei mencatat bahwa sebanyak 68,1 persen responden menyatakan program jaring pengaman sosial rawan korupsi.
Kemudian, 51 persen menyatakan program jaring pengaman sosial tidak signifikan dan membantu masyarakat.
"Artinya, mereka menerima, tetapi itu tidak cukup membantu. Kemudian 54,7 persen beranggapan pemilihan penerima bantuan tidak transparan dan terbuka. Nah, ini juga persoalan," terangnya.
Oleh karena itu, Dedi meminta pemerintah mengevaluasi kinerja kementerian terkait yang bertugas menjalankan program berbagai bantuan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.