AHY juga menyoroti alasan Moeldoko terlibat dalam upaya pengambilalihan Demokrat yang berubah-ubah. Ia menyebut narasi yang dilontarkan Moeldoko tidak didasarkan pada nalar.
"Karena sejak awal bergeser-geser narasinya. Sangat sulit dinalar, jadi di luar akal sehat dan mudah dipatahkan," ungkap AHY.
Baca juga: Jawaban AHY Saat Ditanya soal Kemungkinan Maju pada Pilpres 2024
Moeldoko memang sempat mengungkapkan beberapa alasan dirinya menerima jabatan ketua umum saat KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Moeldoko mengatakan, ia dipilih untuk menyelesaikan kekisruhan di Partai Demokrat. Mantan Panglima TNI itu juga menyebut ada pergeseran ideologi partai.
Maka, ia mengambil keputusan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB untuk menyelamatkan partai dan demokrasi di Indonesia.
Secara terpisah, Juru bicara KLB, Muhammad Rahmad menilai, silaturahmi antara AHY dan Moeldoko dapat menjadi satu momen yang baik, apalagi mendekati Ramadhan.
“Pertemuan dua tokoh yang saling berseteru apalagi jelang Ramadhan itu baik dan bagus,” kata Rahmad pada Kompas.com, Kamis (8/4/2021).
Silaturahmi jangan timbulkan misteri
Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, berpendapat, pertemuan antara AHY dan Moeldoko bisa saja terjadi. Sebab, ia mengatakan, dalam politik tidak ada kawan dan lawan sejati.
Namun ia berharap, masyarakat dapat mengetahui secara jelas isi pembahasan dalam pertemuan itu, jika nantinya terealisasi.
“Menurut saya, silakan silaturahim. Tapi dalam silaturahim itu (informasi) harus disampaikan terang benderang, agar tidak menimbulkan misteri di masyarakat tentang sebenarnya ada perpecahan atau ini sekedar sebuah drama,” jelas Hendri.
Baca juga: AHY dan Moeldoko Dinilai Bisa Dapat Sentimen Negatif Publik
Hendri juga meminta AHY dan Moeldoko untuk berhati-hati dalam menentukan langkah politiknya.
Sebab jika pertemuan keduanya terjadi, maka dapat menimbulkan potensi sentimen negatif dari masyarakat. Terlebih saat ini konflik kedua kubu masih berlangsung.
“Katanya sudah ada (laporan) di pengadilan, lalu (ada ajakan) ngopi-ngopi, masyarakat akan bertanya-tanya secara politik ada apa ini sebenarnya,” tutur Hendri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.