JAKARTA, KOMPAS.com - Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, salah satu mimpi besarnya ketika dilantik sebagai Wali Kota Bogor pada 2014 adalah mengembalikan Bogor sesuai sejarahnya, yakni Kota Toleran.
Tradisi keberagaman di Bogor, kata dia, sudah ada sejak kota tersebut didirikan.
Bahkan, bukti sejarahnya pun sangat nyata yakni, ada rumah ibadah di pusat kota yang dibangun berdampingan.
"Jadi secara kultural, historis, postur Kota Bogor adalah kota yang sarat tradisi bersama dalam keragaman. Namun diakui karena ada beberapa kasus dan cerita yang belum selesai, image-nya tercoreng," kata Bima dalam webinar bertajuk "Promosi Toleransi dan Penghormatan terhadap Keberagaman di Tingkat Kota" yang digelar SETARA Institute, Kamis (8/4/2021).
Baca juga: Kepala BNPT: Ajaran Radikalisme Intoleran Masif Disebarkan Lewat Medsos
"Laporan SETARA Institute membuat saya galau dan gundah gulana, seolah kalau ke mana-mana di dahi saya dicap intoleran. Ke mana-mana wali kota intoleran," lanjut Bima.
Dengan adanya laporan yang menilai bahwa toleransi di Kota Bogor kurang, Bima Arya mengaku sejak dilantik sebagai Wali Kota, ia berupaya menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa pihaknya ingin mengangkat kembali semangat kebersamaan dalam keberagaman di Bogor.
Beberapa cara pun dipilih untuk menggelorakan semangat kebersamaan dalam keberagaman tersebut.
Antara lain mengangkat ikon simbol keberpihakan dengan mendorong berbagai event yang menyimbolkan keberpihakan tersebut.
Baca juga: Bima Arya Janji Tuntaskan Polemik GKI Yasmin Pertengahan 2020
Mulai dari mendukung perayaan Cap Gomeh, Natal, dan perayaan-perayaan lainnya.
"Bagi kami, itu merupakan panggung untuk menunjukkan keberpihakan itu," kata dia.
Mendukung minoritas
Beberapa tahun lalu, kata Bima, ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengharamkan perayaan Cap Gomeh, pihaknya menujukkan keberpihakan melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dengan mendukung penuh acara Cap Gomeh yang digelar di wilayahnya.
Menurut dia, pesan yang kuat harus disampaikan bahwa sebagai mayoritas tidak boleh diam saja dan harus menunjukkan dukungannya kepada minoritas.
"Bahwa yang membuat persoalan itu bukan orang-orang yang memiliki DNA Kota Bogor. Ada wihara tertua di Indonesia yang kegiatannya bercampur dengan tawasulan, maghrib bersama, berbagi dengan duafa. DNA Kota Bogor adalah kebersamaan dalam keberagaman," tutur Bima.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Dukungan Masyarakat akan Pembangunan GKI Yasmin Meluas
Upaya keberpihakan lainnya ditunjukkan dengan komitmen kuat Forkopimda Kota Bogor yang setiap perayaan Natal masuk ke gereja dan mengucapkan selamat serta menjamin keamanan bagi semua umat.