JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ahmad Nurwakhid berpendapat, perempuan cenderung lebih cepat terpapar paham ekstremisme.
Pendapat itu berdasarkan pengalaman Nurwakhid selama 30 tahun di kepolisan dan menangani isu terorisme.
"Kecenderungan perempuan lebih cepat untuk dipapar radikal dan kecenderungan lebih sulit untuk dideradikalisasi," kata Nurwakhid, dalam diskusi daring bertajuk Perlindungan Perempuan dari Paham Terorisme dan Ekstremisme, Rabu (7/4/2021).
Baca juga: Menilik Keterlibatan Perempuan dalam Pusaran Terorisme
Ia mencontohkan pelaku penyerangan di Mabes Polri, Jakarta beberapa waktu lalu. Nurwakhid menduga, perempuan berinisial ZA itu bisa saja didoktrin beberapa jam sebelum beraksi.
"Sebelumnya dia sudah militan, dengan dia sudah terdoktrin, kondisi mental dan psikologisnya sudah di bawah sadar, seperti orang kena hipnotis," ujar Nurwakhid.
"Bahkan dengan satu, dua dalil saja, atau mungkin dengan sedikit doktrin nah itu sudah bisa melakukan aksi," tutur dia.
Baca juga: Menurut BNPT, Ini Alasan Kelompok Teroris Kerap Rekrut Perempuan
Selain itu, Nurwakhid menuturkan, kelompok teroris kerap melibatkan atau merekrut perempuan karena dinilai peka dan lebih perasa. Menurutnya, perempuan cenderung memiliki sikap militan dan patuh pada pemimpin.
"Biasanya perempuan totalitas kalau sudah berbuat atau melakukan tindakan itu (terorisme)," kata Nurwakhid dalam diskusi daring, Rabu (7/4/2021).
Ia mengungkapkan, sifat perasa, totalitas dan patuh pada pimpinan ini membuat perempuan lebih mudah untuk dipengaruhi.
Kemudian, kelompok teroris menganggap aparat keamanan lalai atau abai dengan perempuan karena kecenderungan menjaga sikap, terutama terhadap perempuan berhijab.
Terkait kasus penyerangan di Mabes Polri, Nurwakhid menduga pemeriksaan aparat di pos penjagaan tidak terlalu ketat ketika pelaku hendak masuk ke area Mabes Polri.
"Karena memang screening akan lebih ketat kalau (terhadap) laki-laki. Tapi kalau perempuan ada sikap enggan, sungkan, enggak enak dan sebagainya," ujarnya.
Baca juga: Kementerian PPPA: Perempuan Rentan Terlibat dalam Terorisme
Alasan lainnya, kata Nurwakhid, kelompok teroris berharap perempuan dapat meneruskan atau menyebarkan paham ekstremisme yang dianut kepada generasi penerus.
Sebab, Nurwakhid menuturkan, salah satu tujuan dari kelompok teroris adalah mendirikan negara berbasis ideologi khilafah.
"Sehingga perempuan ini diharapkan memiliki potensi untuk regenerasi baik di dalam rekrutmen, memengaruhi anak, keluarga atau pun lingkungannya," ucap Nurwakhid.
Pada akhir Maret lalu, terjadi dua peristiwa teror di Indonesia. Pelaku berinisial L berusia 26 tahun dan istrinya, YSR, melakukan teror bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021) pagi.
Baca juga: Kapolri Ungkap Kronologi Penyerangan di Mabes Polri
Kemudian, perempuan berinisial ZA menjadi pelaku penyerangan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3/2021). ZA diketahui berusia 25 tahun.
Pelaku bom bunuh diri di Makassar diduga merupakan jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke Negara Islam di Irak dan Suriah atau Islamis State of Iraq and Suriah (ISIS).
Sementara, pelaku teror di Mabes Polri diduga pendukung ISIS. Dugaan itu berasal dari hasil pendalaman polisi yang menemukan unggahan bendera ISIS di akun Instagram milik pelaku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.