Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telegram Larangan Siarkan Kekerasan Polisi Berujung Permintaan Maaf Kapolri

Kompas.com - 07/04/2021, 07:57 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polri akhirnya mencabut Surat Telegram Kapolri yang salah satu poinnya melarang media massa menyiarkan tindakan kekerasan dan arogansi anggota polisi setelah mendapatkan kritik publik.

Pencabutan tersebut dituangkan melalui Surat Telegram ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 bertanggal 6 April 2021 yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri.

Surat telegram ditujukan bagi para kepala kepolisian daerah (kapolda), secara khusus kepala bidang humas (kabid humas).

Sementara itu, Surat Telegram Kapolri yang dicabut yaitu bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021. Surat itu diteken Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo pada 5 April 2021.

Baca juga: Telegram soal Larangan Media Tayangkan Kekerasan Polisi Dicabut karena Timbulkan Multitafsir di Masyarakat

"Dalam prosesnya ternyata menimbulkan penafsiran yang berbeda. Karena itu, Mabes Polri telah mengeluarkan Surat Telegram 759 yang isinya Surat Telegram 750 tersebut dibatalkan," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Rusdi Hartono, Selasa (6/4/2021).

Dalam telegram tersebut, ada 11 aturan tentang pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.

Poin larangan media menyiarkan kekerasan dan arogansi polisi serta sejumlah poin lainnya di surat telegram itu dianggap membahayakan kebebasan pers serta membatasi transparansi Polri kepada publik.

"Batasan kepada jurnalis untuk meliput tindakan kekerasan atau arogansi anggota Polri itu yang saya anggap membatasi kebebasan pers, serta akuntabilitas dan transparansi kepada publik," kata Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti.

Baca juga: Kapolri Terbitkan Telegram, Larang Media Siarkan Arogansi dan Kekerasan Polisi

Hal senada disampaikan Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar. Menurutnya, Polri tidak semestinya menutup akses informasi bagi media massa.

"Surat telegram tersebut berbahaya bagi kebebasan pers karena publik diminta percaya pada narasi tunggal negara. Sementara polisi minim evaluasi dan audit atas tindak-tanduknya, baik untuk kegiatan luring maupun daring," ujarnya.

Kapolri minta maaf

Kapolri pun meminta maaf soal surat telegram itu. Sigit memahami mengenai timbulnya penafsiran yang beragam terhadap surat telegram itu.

"Mohon maaf atas terjadinya salah penafsiran yang membuat ketidaknyamanan teman-teman media. Sekali lagi kami selalu butuh koreksi dari teman-teman media dan eksternal untuk perbaikan institusi Polri agar bisa jadi lebih baik," kata Sigit dalam keterangannya, Selasa (6/4/2021).

Baca juga: Telegram Kapolri Dicabut, Polri Sebut Menghargai Kerja Jurnalistik

Sigit menjelaskan, telegram itu diterbitkan untuk kalangan internal, yang tujuannya mengatur agar jajaran kepolisian tidak bertindak arogan atau menjalankan tugas sesuai standar prosedur operasional yang berlaku.

Ia ingin seluruh personel kepolisian tetap bertindak tegas, tetapi juga mengedepankan sisi humanis dalam menegakan hukum di masyarakat.

"Arahan saya ingin Polri bisa tampil tegas, namun humanis. Namun, kami lihat di tayangan media masih banyak terlihat tampilan anggota yang arogan. Oleh karena itu, tolong anggota untuk lebih berhati-hati dalam bersikap di lapangan," ujarnya.

Baca juga: Kapolri Minta Maaf soal Telegram Larangan Media Tayangkan Kekerasan Polisi

Ia menegaskan bahwa telegram itu bukan bertujuan membatasi kerja-kerja jurnalistik wartawan media massa terhadap kepolisian.

Sigit mengatakan, Korps Bhayangkara masih memerlukan kritik dan saran dari semua elemen masyarakat. Sigit pun menyatakan, Polri menghormati peran media sebagai salah satu pilar demokrasi.

"Bukan melarang media untuk tidak boleh merekam atau mengambil gambar anggota yang arogan atau melakukan pelanggaran," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com