Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei SMRC, Mayoritas Responden Setuju Pembubaran HTI dan FPI

Kompas.com - 06/04/2021, 21:39 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan, mayoritas responden setuju dengan pembubaran organisasi Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Berdasarkan hasil survei, 59 persen responden setuju dengan keputusan pemerintah membubarkan FPI. Sementara 35 persen menjawab tidak setuju, dan 7 persen tidak tahu.

"Ini menunjukkan langkah pemerintah membubarkan FPI tahun lalu mendapat dukungan dari masyarakat," kata Manajer Program SMRC Saidiman Ahmad dalam rilis survei SMRC secara daring, Selasa (6/4/2021).

Baca juga: SMRC: 32 Persen Responden Takut terhadap Penangkapan Semena-mena oleh Aparat Hukum


Selain itu, sebanyak 71 persen responden mengaku mengetahui soal FPI dan 29 persen menyatakan tidak tahu.

"Dari 71 persen warga yang tahu FPI, ada 77 persen (55 persen dari populasi) yang tahu FPI sudah dibubarkan," kata dia.

Hasil survei juga menunjukkan 32 persen responden mengetahui keberadaan HTI.

Sebanyak 76 persen dari responden itu mengetahui bahwa HTI merupakan organisasi yang dilarang pemerintah.

Kemudian dari 76 persen yang tahu pelarangan HTI, ada 79 persen responden, atau 19 persen dari populasi, setuju dengan pelarangan organisasi tersebut.

Sedangkan 13 persen, atau 3 persen dari populasi, menyatakan tidak setuju.

Baca juga: Survei SMRC, Peluang Prabowo pada Pilpres 2024 Tak Lebih Baik dari 2019

Adapun survei nasional SMRC tersebut dilaksanakan pada 28 Februari hingga 8 Maret 2021 dari 1.220 responden.

Responden yang dapat diwawancarai secara valid (response rate) dari jumlah tersebut sebesar 1.064 responden atau 87 persen. Margin of error kurang lebih 3,07 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Pembubaran HTI diumumkan pemerintah pada Juli 2017. Ada tiga alasan pemerintah dalam membubarkan HTI.

Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.

Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Baca juga: Survei SMRC: Simulasi Elektabilitas Capres, Suara Jokowi Akan Beralih ke Ganjar

 

Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

Kemudian, pemerintah membubarkan FPI pada Desember 2020. 

Pembubaran dan penghentian kegiatan itu dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Salah satu pertimbangannya, FPI yang kerap melakukan razia atau sweeping di masyarakat. Padahal, kegiatan itu merupakan tugas dan wewenang aparat penegak hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com