Selain aktif di bidang akademis dan penelitian, Daniel juga tercatat sebagai salah seorang pendiri Yayasan Tifa, sebuah lembaga nonprofit yang fokus kepada isu-isu strategis di Indonesia.
Dia pun pernah menginisiasi penerbitan kembali jurnal pemikiran sosial ekonomi Prisma dan duduk sebagai Pemimpin Redaksi (sejak 2009) merangkap Pemimpin Umum (sejak 2011).
Selain itu, ada banyak buku pernah ditulisnya antara lain Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru (2003) dan bersama Vedi Renandi Hadiz menyunting buku bertajuk Social Science and Power in Indonesia (2005).
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto mengenang Daniel sebagai sosok multidimensi.
Meninggalnya Daniel, menurut dia, menjadi kehilangan besar untuk Prisma dan LP3ES.
"Karena beliau adalah pemred selama berpuluh tahun. Juga kehilangan besar untuk Kompas, beliau adalah mantan ketua litbang selama berpuluh tahun dan ketua Dewan Ombudsman," kata Wijayanto dalam pesan singkat kepada Kompas.com, Selasa.
"Selain itu juga kehilangan besar dalam studi media dan demokrasi. Karya desertasi beliau di Cornell University adalah salah satu magnum opus dalam bidang ini," ucapnya.
Secara pribadi, Wijayanto mengenang Daniel berjasa dalam karier akademiknya.
Daniel pernah menjadi penguji desertasi saat dirinya menempuh pendidikan doktoral di Leiden, Belanda.
"Saya punya kenangan yang sangat baik bersama beliau saat datang ke Leiden pada Januari 2019. Dalam kelakarnya Bang Daniel suka menyampaikan, 'Saya datang jauh-jauh ke Leiden untuk mengangkat Bung Wija menjadi doktor ini', yang saya ambut dengan tawa," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.