JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar terorisme dan pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail mengatakan, ada tiga hal yang memicu orang-orang kelompok usia muda tertarik mengikuti aksi terorisme.
Ketiga aspek tersebut adalah pencarian jati diri, ekspresi diri, dan media sosial.
Ismail mengatakan, anak-anak muda masih membutuhkan validasi dari lingkungan sosialnya. Hal ini yang menyebabkan mereka rentan terpapar radikalisme dan terorisme.
"Ini permasalahan anak muda, pencarian jati diri, identitas. Kemudian pada individunya sendiri biasanya ada masalah," kata Ismail saat dihubungi, Kamis (1/4/2021).
Baca juga: Suami Istri dan Perempuan Muda Jadi Pelaku Teror, Ketua DPR: Mengkhawatirkan dan Menyedihkan
Berikutnya, sebagai cara mengekspresikan diri.
Ismail berpendapat, mereka yang masih muda memiliki kecenderungan untuk bisa mengekspresikan diri lewat cara yang cepat mendapatkan perhatian orang lain.
Dalam konteks ajakan teror misalnya, mereka biasanya dikatakan sebagai pemberi manfaat bagi orang lain lewat sebuah aksi teror.
"Ada konsep namanya syafaat. Mereka ini maunya mengorbankan diri agar bosa memberikan syafaat kepada orangtua yang menurut dia tidak sesuai dengan ajaran Islam. Mereka dijualinnya di situ," Ismail.
Baca juga: Aksi Teroris Milenial: Lone Wolf, Unggah Konten di IG, Pamit di Grup WhatsApp
Kemudian, kata Ismail, dampak psikologis dari penggunaan media sosial.
Lewat media sosial, misalnya, mereka melihat berbagai konten aksi teror yang viral.
"Di sini, kelompok-kelonpok ini bermain dengan psikologis orang-orang," tutur Ismail.
Sementara itu, secara umum, Ismail mendorong agar pemerintah agar lebih serius memberantas terorisme di akar rumput.
Baca juga: Mahfud MD dan BNPT Pernah Ingatkan Ancaman Teroris Milenial, Jumlahnya Ribuan
Menurut dia, berbagai instansi pemerintah perlu meningkatkan koordinasi mulai dari tingkat atas hingga bawah.
"Aspek sosialnya perlu ditingkatkan lagi. Yaitu integrasi sosial, rehabilitasi baik korban maupun pelaku, pencegahan, toleransi, dan berpikir kritis dan konstruktif. Ini yang perlu dikoordinasikan," kata Ismail.
Aksi teror di Mabes Polri diketahui dilakukan oleh ZA yang berusia 25 tahun. Dia kelahiran tahun 1995 yang masuk kategori generasi milenial.
Saat melakukan aksinya, ZA diketahui sempat melepaskan tembakan ke sejumlah polisi yang berjaga di dalam Mabes Polri. ZA bahkan melepaskan tembakan hingga enam kali.
Polisi lalu melumpuhkan pelaku yang berinisial ZA itu dengan menembak dari jarak jauh. ZA pun seketika roboh saat peluru bersarang di badannya. Ia tewas seketika di tempat.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengatakan, tindakan melumpuhkan dengan menembak mati ZA dilakukan sesuai prosedur yang terukur.
Adapun jenazah ZA telah dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk diotopsi. Polisi juga menggeledah rumah ZA di Ciracas, Jakarta Timur, untuk mendalami kasus tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.