Berdasarkan data di atas tidak kurang dari 16 gereja yang diteror bom, baik dari skala rendah hingga cukup besar. Baik yang mengakibatkan korban jiwa, luka ringan maupun parah, dan tidak ada korban jiwa.
Namun efek trauma dari belasan peristiwa tersebut tidak mudah dihilangkan begitu saja.
Mengapa Gereja yang dituju? Karena bagi kelompok teroris Gereja merupakan representasi dari golongan kafir yang layak dimusnahkan.
Pemahaman-pemahaman yang sangat dangkal mengenai terminologi kafir misalnya, bagi penulis sangat perlu dikaji ulang oleh para ahli Islam di Muhammadiyah, NU, maupun ormas-ormas lainnya.
Kalau pembiaran pemaknaan jihad, kafir, diabaikan begitu saja maka teror bom ke depan akan terjadi kembali yang tidak pernah diketahui kapan datangnya.
Menurut Ali Imron, sebagai mantan terpidana bom bali, dua dekade yang lalu, di sebuah acara dialog televisi swasta 29 Maret 2021, para pelaku bom bunuh diri itu masih banyak yang antre.
Salah satunya karena menganggap tindakannya adalah jihad, kalau mati dalam jihad itu berarti syahid, kalau mati syahid balasannya surga.
Inilah pemahaman yang sangat salah, namun masih ada saja yang meyakininya, bahkan beberapa orang yang disebut pemuka agama justru menjadi ideolognya.
Banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan oleh bangsa ini agar ke depan tidak ada lagi tindakan terorisme di sekitar kita. Teroris berbaju agama itu nyata adanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.