Memahami tantangan tersebut, pada 2017, sebanyak 14 pemimpin negara, termasuk Indonesia bersatu dalam ocean panel membentuk panel tingkat tinggi. Pembentukan ini dilakukan untuk ekonomi laut berkelanjutan atau high level panel sustainable ocean economy (HLP SOE).
Baca juga: Simak Poin Penting Aturan Turunan UU Cipta Kerja Sektor Perikanan dan Kelautan
Dokumen transformation SOE mendorong studi tentang lima bidang prioritas, yaitu status kekayaan laut (Ocean Wealth), status kesehatan laut (Ocean Health), status mengenai distribusi manfaat sumber daya laut yang adil (Ocean Equity), ketersediaan pengetahuan laut (Ocean Knowledge), dan pembiayaan upaya kesehatan dan pengelolaan sumber daya laut (Ocean Finance).
Untuk mengimplementasikan kelima fokus HLP SOE, KKP memiliki tiga program terobosan yang bermuara pada keberlanjutan sumber daya laut dan perikanan nasional.
Tiga program KKP itu di antaranya, pertama, peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sumber daya alam (SDA) perikanan tangkap. Kedua, perikanan budidaya untuk kesejahteraan. Ketiga, pengembangan kampung budidaya berbasis kearifan lokal untuk pemulihan ekonomi masyarakat dan penyerapan tenaga kerja.
“Namun, kelima fokus HLP itu tidak mungkin bisa dicapai tanpa koordinasi dan kerja sama multisektoral dan multi stakeholder bersama seluruh komponen pemerintahan dan masyarakat,” ujar Sjarief.
Baca juga: KKP Gagalkan Pengiriman 375,5 Kg Ikan Hiu dan Pari yang Dilindungi
Ia mencontohkan, ocean financing membutuhkan upaya bersama untuk koordinasi penanaman modal dan investasi biru berkelanjutan sektor laut.
Begitu pula dengan kesehatan laut turut membutuhkan upaya bersama kementerian dan lembaga terkait, seperti lingkungan hidup serta pemerintah daerah (pemda), dan kelompok masyarakat.
Lebih lanjut, Sjarief menjelaskan, untuk distribusi pemanfaatan kekayaan laut yang adil untuk seluruh masyarakat Indonesia (Ocean Equity) membutuhkan peran aktif dunia usaha.
“Sementara itu, penyadaran akan kecintaan terhadap laut (ocean knowledge) sangat membutuhkan kerja sama dan partisipasi dunia pendidikan dan kelompok masyarakat,” ucapnya.
Baca juga: Jadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Trenggono Janji Majukan Sektor Bahari
Ia mengaku, dalam upaya sinkronisasi kelima fokus dari HLP SOE dan tiga program terobosan KKP, terdapat beberapa tantangan utama.
Tantangan pertama, perlunya dukungan internasional dalam menjadikan aktivitas perdagangan plasma nutfah, salah satunya benih bening lobster (BBL) dikategorikan sebagai tindakan IUU Fishing.
“Kedua, penetapan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 714 Laut Banda sebagai lokasi bebas tangkapan (no take zone) atau green environment,” ujar Sjarief.
Tantangan ketiga, sambung dia, perlu kesetaraan dalam menentukan tarif masuk produk perikanan ke negara-negara lain. Hal ini agar pasokan pangan, terutama hasil dari laut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Polisi Gagalkan Pengiriman 22.000 Masker ke Malaysia, Dilakukan Eksportir Hasil Laut
Sjarief berharap, melalui seminar ini dapat menjadi wadah diskusi antar kementerian atau lembaga, masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi tantangan.
Tak hanya identifikasi tantangan, namun seluruh pihak terkait diharapkan dapat melihat peluang untuk bersama merumuskan solusi praktis dalam pencapaian tujuan HLP SOE di Indonesia.
“Perkenankan saya mengingatkan tentang tiga prinsip pengelolaan laut. Laut untuk manusia, laut untuk ekonomi dan laut untuk alam,” ucap Sjarief.
Maka dari itu, lanjut dia, pengelolaan laut harus memberikan kesejahteraan sosial ekonomi bagi masyarakat.
“Caranya dengan tetap menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan untuk kita dan masa depan anak cucu kita,” imbuh Sjarief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.