Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat AHY Merespons Moeldoko dan Menudingnya Telah Berbohong

Kompas.com - 30/03/2021, 07:51 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

AHY mengatakan, kasus Hambalang serta kasus lain yang menjerat sejumlah kader Demokrat telah diselesaikan secara kredibel.

"Dan sebagai konsekuensinya ada sejumlah oknum mantan kader yang telah mendapatkan sanksi hukum," ujar AHY.

Buka pintu maaf

AHY mengatakan, kebohongan kubu Moeldoko bukan hal yang baru. Ia mengatakan, sejak awal semua kader Demokrat yakin bahwa Moeldoko tidak memedulikan etika dan nilai-nilai moral.

Bahkan, kata AHY, Moeldoko juga tidak memedulikan nilai-nilai etika keperwiraan dan keprajuritan.

Baca juga: AHY: Pintu Maaf Selalu Ada untuk Moeldoko meski Kader Demokrat Marah

Menurut AHY, kini masyarakat pun telah mempertanyakan keputusan Moeldoko terlibat dalam upaya mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat.

Padahal, penyelenggaraan KLB Deli Serdang yang menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum Partai Demokrat tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.

"Bagaimana mungkin pejabat tinggi negara mengambil keputusan secara serampangan, gegabah, emosional dan jauh dari akal sehat," ungkap dia.

Kendati demikian, AHY menyatakan dirinya masih membuka pintu maaf bagi Moeldoko meskipun para kader dan simpatisan Demokrat sangat marah dan kecewa dengan ulah Moeldoko.

"Sebagaimana yang saya sampaikan pada konferensi pers lalu, pintu maaf selalu ada untuk KSP Moeldoko," kata AHY.

Namun, menurut AHY, kubu Moeldoko sampai saat ini justru terus sibuk melontarkan kebohongan-kebohongan baru.

Baca juga: Survei: 37,6 Persen Responden Tak Setuju Moeldoko Dijadikan Ketum Demokrat, 18,1 Persen Setuju

"Selama motif dan sikap ini terus mereka pertahankan, maka selama itu pula kami akan bersatu padu melawannya," kata AHY.

Pernyataan Moeldoko

Adapun sebelumnya Moeldoko menyatakan, dirinya menerima pinangan menjadi ketua umum Partai Demokrat setelah adanya perubahan arah Demokrasi di partai berlambang bintang mercy itu.

"Saya ini orang yang didaulat untuk memimpin Demokrat, dan kekisruhan sudah terjadi, arah Pdemokrasi sudah bergeser di tubuh Partai Demokrat," katanya.

Selain itu, Moeldoko melihat bahwa pertarungan ideologis menguat jelang tahun politik 2024 yang dinilainya akan menjadi penghalang tujuan Indonesia Emas di tahun 2045.

Pertarungan ideologis itu, sambung Moeldoko, juga terjadi di internal Partai Demokrat.

"Ada kecenderungan tarikan ideologis juga terlihat di tubuh Partai Demokrat. Jadi ini bukan sekadar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa dan negara. Itu semua berujung pada keputusan saya menerima permintaan untuk memimpin Demokrat," ujar Moeldoko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com