JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Hidayat Nur Wahid mempertanyakan soal anggaran di lembaga-lembaga seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyusul terjadinya ledakan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021).
Menurut dia, dari anggaran itu, lembaga-lembaga seharusnya dapat berperan kuat mencegah dan menghalangi agar kejadian tersebut tidak terjadi berulang kali.
"Besaran anggaran untuk BIN dan BNPT terus meningkat, tapi teror terhadap rumah ibadah masih terus terjadi," kata Hidayat dalam keterangannya, Senin (29/3/2021).
Namun, Hidayat tak menjelaskan secara detail berapa total besaran anggaran untuk BIN dan BNPT yang dinilainya mengalami peningkatan.
Selain itu, ia menilai, perlu hadirnya opini dan penegakan hukum yang adil. Hal ini perlu dilakukan agar semua bentuk kejahatan terhadap simbol-simbol agama dan tokoh agama bisa dicegah dan dikoreksi secara bersama.
Baca juga: Densus 88 Gelar Olah TKP Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar
Sebab, menurutnya hakekat semua agama dan umat beragama menjadi korban dari tindak kejahatan terorisme.
"Termasuk teroris itu yang dengan laku terornya sesungguhnya malah sedang melanggar ajaran agama, karena tidak ada agama yang ajarkan untuk melakukan teror, apalagi merusak rumah ibadah," jelasnya.
Di sisi lain, Hidayat berpendapat, berlanjutnya kejahatan terhadap rumah ibadah tersebut membuktikan semakin perlu dan penting hadirnya instrumen hukum yang secara khusus dapat menjamin terlaksananya Hak Asasi Manusia (HAM) konstitusional.
Dalam hal ini, kata dia, termasuk melindungi simbol agama seperti rumah ibadah dari agama-agama yang diakui di Indonesia.
"DPR dan Pemerintah telah sepakat memasukan RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama ke dalam Prolegnas Prioritas 2021, maka terus berlanjutnya kejahatan terhadap simbol-simbol agama seperti rumah-rumah ibadah itu, seharusnya menyadarkan DPR dan Pemerintah untuk segera membahas draft RUU tersebut dan untuk segera disahkan juga," harap dia.
Hidayat mengatakan, semua itu merupakan salah satu bentuk ketaatan negara dalam menjalankan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam konstitusi serta menjamin HAM konstitusional terkait agama dan beragama.
Baca juga: Kapolri: Pelaku Bom Bunuh Diri Makassar Jaringan JAD yang Pernah Aksi di Jolo Filipina
"Sebagaimana jaminan tentang kebebasan beragama dan melaksanakan ajaran agama sangat jelas disebutkan dalam Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (1) serta Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945,” pungkasnya.
Diberitakan, sebuah ledakan terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu, sekitar pukul 10.30 Wita.
Polisi menduga kasus ini sebagai aksi teror bom bunuh diri. Korban luka akibat bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar sebanyak 20 orang.
Para korban masih dalam perawatan di beberapa rumah sakit. Diketahui, tidak ada pihak gereja atau jemaat yang meninggal akibat peristiwa ini.
Polri juga sudah mengungkapkan bahwa pelaku aksi bom bunuh diri itu terdiri dari dua orang yang merupakan bagian dari teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Jadi mereka (pelaku) adalah bagian dari pengungkapan beberapa waktu lalu, kurang lebih 20 orang kelompok JAD. Mereka bagian dari itu. Inisial serta data-datanya sudah kita cocokkan," ujar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Minggu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.