Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RJ Lino Baru Ditahan Setelah 5 Tahun Ditetapkan Tersangka, Ini Penjelasan KPK

Kompas.com - 26/03/2021, 22:30 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, lamanya penyidikan terhadap mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino disebabkan oleh adanya proses perhitungan kerugian keuangan negara.

KPK menahan RJ Lino setelah lima tahun ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan "Quay Container Crane" (QCC) di PT Pelindo II pada Desember 2015.

"Ini memang perkara yang tiap RDP (Rapat Dengar Pendapat) selalu ditanyakan oleh teman-teman di Komisi III,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jumat (26/3/2021).

“Selalu kami sampaikan bahwa kendalanya memang dari perhitungan kerugian negara di mana BPK itu meminta agar ada dokumen atau harga pembanding terhadap alat tersebut dan itu sudah kami upayakan baik melalui Kedutaan China," ucap Alex.

Baca juga: Ditahan KPK, RJ Lino: Saya Senang Sekali...

Alex pun mengungkapkan bahwa inspektorat dari China pernah menyambangi KPK dan pada saat itu juga disampaikan bahwa KPK membutuhkan harga QCC yang dijual oleh HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd (HDHM).

Bahkan, kata dia, dua pimpinan KPK periode sebelumnya, yakni Agus Rahardjo dan Laode M Syarif, sempat ke China.

"Jadi waktu itu ada inspektorat dari China ke KPK, itu juga sudah kami sampaikan. Kami membutuhkan berapa sih sesungguhnya harga QCC tersebut yang dijual oleh PT HDHM,” ungkap dia.

“Bahkan tahun 2018, Pak Laode dan Pak Agus Rahardjo ke China dan dijanjikan bisa bertemu menteri atau jaksa agung, tetapi pada saat terakhir ketika mau bertemu dibatalkan," kata Alex.

Baca juga: KPK Tahan Mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino

Di sisi lain, Alex menyebutkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menuntut tetap ada dokumen atau data yang dibutuhkan dalam penghitungan kerugian negara.

"Di sisi lain, penyidik kesulitan mendapatkan harga QCC atau setidaknya harga pembanding, misalnya HDHM menjual ke negara lain itu bisa dibandingkan sehingga itu bisa menjadi dasar perhitungan negara," ucap Alex.

KPK, kata dia, tetap minta BPK menghitung kerugian negara dan hasilnya disampaikan bahwa BPK mendapatkan penghitungan kerugian negara dalam hal pemeliharaan QCC.

"Sedangkan alatnya sendiri penghitungan kerugian negara, BPK tidak bisa melakukan penghitungan karena ketiadaan dokumen atau data pembanding," ucap Alex.

Baca juga: Profil RJ Lino, Eks Dirut Pelindo II yang Ditahan KPK

Alex menyatakan, KPK menggunakan ahli dari ITB untuk menghitung Harga Pokok Produksi (HPP) dari QCC tersebut.

"Memang dalam menghitung kerugian dalam akuntansi itu ada yang disebut histories cost. Itu biasanya didukung dengan data dan dokumen berapa biaya yang dikeluarkan untuk membelikan alat tersebut, termasuk harga pembanding,” kata Alex.

“Ada juga metode lain, yaitu menghitung replacement cost. Kira-kira berapa biaya yang dikeluarkan kalau alat itu diproduksi sendiri, kami menggunakan metode itu dengan meminta bantuan dari ahli ITB untuk merekonstruksi alat QCC itu seandainya dibuat, harga pokoknya berapa," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com