JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino (RJ Lino) selaku tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) tahun 2010, Jumat (26/3/2021).
Kasus yang menjerat Lino ini merupakan salah satu kasus yang disorot publik karena Lino telah menyandang status tersangka selama 5 tahun sejak Desember 2015 hingga akhirnya ditahan hari ini.
Terkatung-katungnya kasus Lino itu diangkat menjadi alasan pemerintah dan DPR untuk memberikan kewenangan penerbitan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) di KPK lewat revisi undang-undang tahun 2019.
Baca juga: Profil RJ Lino, Eks Dirut Pelindo II yang Akhirnya Ditahan KPK
Hal itu salah satunya disampaikan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla yang khawatir KPK akan menggantung status tersangka seseorang karena tak bisa menghentikan proses penyidikan terhadap seseorang.
"Itulah guna ada SP3. Kalau tidak bersalah ya contoh RJ Lino, lima tahun digantung (statusnya). Mau dilepas tidak ada (mekanismenya). Akhirnya orang itu hartanya itu disita sampai sekarang. Jabatannya hilang, padahal orangnya baik," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Kalla menilai, KPK tak adil memperlakukan RJ Lino. Jika memang tak menemukan bukti, semestinya RJ Lino dilepas status tersangkanya oleh KPK.
"RJ Lino lima tahun mana buktinya? Ditangkap dulu baru dicari (buktinya). Enggak bisa dong begitu," kata Kalla.
Baca juga: KPK Tahan Mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino
Kritik serupa juga sempat dilontarkan anggota Komisi III DPR Benny K Harman yang menilai KPK tidak dapat menetapkan seorang jadi tersangka jika buktinya belum lengkap.
"Ini persoalannya bukan soal RJ Lino atau siapa, ini soal pokok kita yang dari dulu kita permasalahkan soal SP3. Sejak KPK generasi pertama, jangan sekali-kali KPK menetapkan seorang tersangka apabila buktinya belum lengkap," kata Benny, Rabu (27/11/2019).
Alasan KPK
Dalam kurun waktu 5 tahun itu pula KPK kerap kali menyampaikan pembelaan terkait kejelasan kasus yang menjerat Lino.
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode M Syarif sempat menjelaskan, kasus itu tak kunjung maju ke tahap penuntutan karena belum mengantongi audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca juga: KPK Beberkan Kronologi Penetapan Tersangka RJ Lino
"Apakah pimpinan sebelumnya sudah menetapkan Pak RJ Lino itu belum ada dua alat bukti? Saya katakan sudah ada. Tetapi ketika jaksa mau masuk ke pengadilan, dia harus menghitung secara pasti berapa yang paling exact kerugian negaranya," papar Laode, Rabu (27/11/2019).
"Jadi jangan sampai ditulis oleh media bahwa RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka belum ada dua alat bukti," sambung dia.
Ia menjelaskan, proses audit itu cukup lama karena tidak ada dokumen dari perusahaan di China sebagai harga pembanding terkait pengadaan tiga unit QCC yang dilakukan Lino.
"Alasan pertama, karena harga pembandingnya tidak ada, karena dokumen dari China tidak ada. Betul. Waktu itu saya dengan Pak Agus (Ketua KPK) sudah di Beijing mau minta itu, (tapi) di-cancel pertemuannya," ujar Laode.
Kronologi penetapan tersangka
Perkara ini diawali dengan laporan masyarakat pada Maret 2015 tentang dugaan terjadinya korupsi dalam pengadaan tiga unit QCC.
Menurut Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di sidang praperadilan tanggal 19 Januari 2016, KPK mengeluarkan surat perintah penyelidikan Nomor Sprin.Lidik-12/01/03/2014 tertanggal 5 Maret 2014 untuk menyelidiki laporan itu.
Baca juga: Hampir 1,5 Tahun Jadi Tersangka KPK, Ini Tanggapan RJ Lino
Atas dasar Sprinlidik itu, penyelidik meminta keterangan 18 orang, antara lain bernama Dian M Noer, Ferialdy Noerlan, Wahyu Hardiyanto, Dedi Iskandar Haryadi Budi Kuncoro, dan Lino. Penyelidik juga meminta keterangan ahli, yakni dari ITB dan BPKP.
"Dalam tahap penyelidikan tersebut telah diperoleh 159 dokumen, salah satunya adalah memo direktur utama kepada direktur operasional dan teknik serta kepala biro pengadaan tanggal 18 Januari 2010," ujar Setiadi.
Selanjutnya, penyelidik meminta bantuan ahli dari ITB untuk cek fisik dan menaksir harga container crane jenis twin lift di Pelabuhan Panjang, Lampung, Pontianak, Kalimantan Barat, dan Palembang, Sumatera Selatan.
"Hasilnya, kontrak dari produsen yang sama menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan," kata Setiadi.
Baca juga: RJ Lino Ditetapkan Jadi Tersangka, JK Hormati Langkah KPK
Setelah itu, lanjut Setiadi, penyelidik KPK melaksanakan gelar perkara dan diputuskan untuk menerbitkan surat perintah penyidikan Nomor Sprin.Dik.55/01/2015 tertanggal 15 Desember 2015 dengan nama Richard Joost Lino sebagai Direktur Utama PT Pelindo II dkk (dan kawan-kawan) sebagai tersangka.
Akhirnya ditahan
Pada akhirnya, KPK pun telah mengantongi audit kerugian negara dalam kasus yang menjerat Lino.
"Akibat perbuatan Tersangka RJL ini, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan 3 unit QCC tersebut sebesar 22.828,94 dollar AS," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jumat hari ini.
Setelah dua kali pergantian pimpinan KPK, RJ Lino kini akhirnya masuk bui.
Hal ini tentu menjadi tanda pertanda bahwa kasus ini akan terus berjalan, tidak seperti yang diragukan sebelumnya.
Namun, tentu saja segala tuduhan yang disangkakan KPK terhadap Lino masih harus dibuktikan di pengadilan kelak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.