JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat Paripurna DPR pada Selasa (23/3/2021) mengesahkan 33 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Pengesahan 33 RUU itu pun disorot oleh sejumlah pihak lantaran salah satu RUU yang dinilai penting yaitu RUU Perampasan Aset Tindak Pidana justru tak masuk prioritas.
Pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun angkat bicara mengenai RUU Perampasan Aset ke DPR dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III, Rabu (24/3/2021).
Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyinggung janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacita terkait kedua RUU itu.
"Dapat kami sampaikan kembali. Kedua RUU ini telah menjadi janji Bapak Presiden pada Nawacita 2014-2019 dan kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024," ujar Dian.
Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas Prioritas, PPATK Ingatkan soal Janji Jokowi
Dian juga menekankan, Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Menteri Sekretaris Negara, dan Menteri Hukum dan HAM sudah setuju untuk RUU tersebut masuk prioritas.
Oleh karena itu, ia berharap DPR segera membahas dua RUU itu bersama pemerintah.
Optimalkan pendapatan negara
Dian memiliki keyakinan mengapa RUU Perampasan Aset perlu masuk dalam prioritas.
Menurut dia, RUU ini dapat membantu dalam mengoptimalkan pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, narkoba, perpajakan, kepabeanan dan cukai jika disahkan sebagai undang-undang.
"Serta tindak pidana dengan motif ekonomi lainnya," kata Dian.
Ssaat ini Indonesia belum memiliki aturan hukum untuk merampas aset hasil tindak pidana.
Imbas kekosongan hukum tersebut, kata dia, menjadi ladang manfaat bagi para pelaku kejahatan.
Baca juga: Perampasan Aset Hasil Korupsi Dinilai Lebih Adil daripada Hukuman Mati
Menurut dia, para pelaku kejahatan dapat menyembunyikan dan menyamarkan aset hasil tindak pidana selama hukum mengenai hal tersebut belum ada.
Tanpa dua RUU itu, kata Dian, koruptor masih dapat menikmati kembali hasil tindak pidana setelah menyelesaikan masa hukuman.