Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas Prioritas, ICW: Pembentuk Undang-Undang Hanya Prioritaskan Regulasi Kontroversial

Kompas.com - 24/03/2021, 21:03 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengaku, tak terkejut saat melihat bahwa RUU Perampasan Aset tak masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2021.

Menurut dia, sejak awal para pembentuk UU, yaitu pemerintah dan DPR, hanya memprioritaskan pembahasan regulasi kontroversial dan melemahkan agenda pemberantasan korupsi.

“Misalnya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Sehingga hal itu berakibat merosotnya poin dan peringkat Indonesia dalam indeks persepsi korupsi yang beberapa waktu lalu disampaikan oleh Transparency International Indonesia,” kata Kurnia dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (24/3/2021).

Kurnia menyebut, RUU Perampasan Aset menjadi suplemen penting untuk menunjang aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi.

Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas Prioritas, PPATK Ingatkan soal Janji Jokowi

Nantinya, jika RUU ini disahkan, penegak hukum tidak perlu kesulitan lagi jika menghadapi pelaku korupsi yang melarikan diri.

“Sebab, objek pemeriksaan di persidangan adalah aset itu sendiri, bukan individu pelaku. Selain itu, metode pembuktiannya pun lebih sederhana, tidak lagi menganut model hukum pidana, melainkan berpindah pada ranah perdata,” kata Kurnia.

Terlebih lagi, lanjut dia, langkah hukum penyitaan tidak harus memikirkan kesalahan pelaku, akan tetapi, sepanjang penegak hukum meyakini aset itu tercemar akibat praktik korupsi, maka dapat disita seketika dan disidangkan untuk kemudian dapat dirampas oleh negara.

Data ICW pada pemantauan persidangan perkara korupsi tahun 2020 telah menunjukkan bahwa mengedepankan pendekatan hukum pidana tidak menyelesaikan persoalan pemulihan kerugian keuangan negara.

Selain prosesnya yang panjang, pembuktiannya sulit dan putusan hakim juga tidak kunjung mengakomodir pengenaan pidana tambahan uang pengganti yang maksimal.

“Jika terus menerus seperti ini, dalam konteks ekonomi, maka Indonesia akan selalu rugi ketika menangani perkara korupsi,” ucap Kurnia.

Baca juga: Perampasan Aset Hasil Korupsi Dinilai Lebih Adil daripada Hukuman Mati

Sebelumnya diberitakan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berharap DPR mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

Hal tersebut disampaikan Kepala PPATK Dian Ediana Rae saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III, Rabu (24/3/2021).

Namun, kedua RUU tersebut tidak masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 yang telah ditetapkan DPR, Selasa (23/3/2021).

Dian meminta dukungan DPR untuk segera membahas RUU tersebut lantaran pembahasan di pemerintah telah rampung.

Ia juga mengingatkan soal janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacita terkait kedua RUU itu.

"Dapat kami sampaikan kembali. Kedua RUU ini telah menjadi janji Bapak Presiden pada Nawacita 2014-2019 dan kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024," ujar Dian.

Menurut Dian, Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly sudah setuju.

Oleh sebab itu, Dian berpandangan, DPR dapat segera membahasnya bersama pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com