Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil AHY, Anak SBY yang Kini Digoyang Isu Kudeta Partai Demokrat

Kompas.com - 24/03/2021, 13:49 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi perbincangan hangat di dunia politik akhir-akhir menyusul berhembusnya isu kudeta di Partai Demokrat.

Isu kudeta itu pun bergulir ke meja hijau setelah AHY digugat oleh salah satu mantan kadernya, Jhoni Allen Marbun yang memprotes pemecatan dirinya karena dinilai terlibat dalam upaya kudeta.

AHY sendiri merupakan muka baru dalam panggung politik Indonesia. Sebelumnya, ia hanya dikenal sebagai putra sulung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Baca juga: Marzuki Alie Cabut Gugatan ke AHY, Kubu KLB Ungkap Alasannya

Sama seperti sang ayah, pria kelahiran Bandung, 10 Agustus 1978 itu menempuh karier di dunia militer setelah tamat sekolah menengah atas.

AHY merupakan lulusan terbaik Akademi Militer dengan mendapatkan penghargaan Tri Saktiwiratama dan Adhi Makayasa pada tahun 2000.

Selanjutnya, AHY masuk Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada 2002, setelah berhasil menamatkan sekolah kecabangan Infanteri.

Agus mengawali kariernya dengan menjadi Komandan Peleton Batalyon Infanteri Lintas Udara 305/Tengkorak, jajaran Brigif Linud 17 Kostrad.

Setelah itu, namanya terus melesat diminta membantu Kementerian Pertahanan untuk merealisasikan pendirian Universitas Pertahanan Indonesia pada 2008.

Baca juga: Kuasa Hukum Demokrat Bingung dengan Logika Hukum Pengurus Hasil KLB karena Gugat AHY

Selain itu, AHY juga sempat mengenyam pendidikan Nanyang Technological University dan Harvard University serta mengikuti pendidikan Sekolah Lanjutan Perwira di Fort Benning, Amerika Serikat, di mana ia menjadi lulusan terbaik.

Kembali ke Tanah Air, ayah satu anak itu ditugaskan sebagai Kepala Seksi 2 Operasi di Satuan elit Kostrad, Brigade Infanteri Lintas Udara 17.

Lalu, pada Juni 2014, AHY bertolak ke Amerika Serikat untuk melanjutkan Sekolah Staff Komando Angkatan Darat (Seskoad).

Sepulangnya dari Negeri Paman Sam, ia menjadi Komandan Batalyon (Danyon) Infanteri Mekanis 203/Arya Kemuning yang kelak menjadi jabatan terakhirnya di dunia militer.

Baca juga: Prahara Demokrat Berlanjut, Kubu Kontra-AHY Kini Permasalahkan Aset Partai

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang dinilai ilegal di Jakarta, Jumat (5/3/2021). AHY mengecam KLB yang berlangsung di Deli Serdang, Sumatera Utara itu karena inkonstitusional serta meminta Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) untuk tidak mengesahkan hasil KLB yang telah memutuskan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang dinilai ilegal di Jakarta, Jumat (5/3/2021). AHY mengecam KLB yang berlangsung di Deli Serdang, Sumatera Utara itu karena inkonstitusional serta meminta Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) untuk tidak mengesahkan hasil KLB yang telah memutuskan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Terjun ke politik

AHY mengakhiri kariernya di dunia politik September 2016 dengan pangkat terakhir mayor karena ia diusung oleh Partai Demokrat, partai yang dipimpin ayahnya, untuk menjadi calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

AHY mengakui, keputusan meninggalkan dunia militer bukanlah keputusan mudah baginya.

"Sejak tadi pagi saya mengikuti respons dari berbagai kalangan yang sangat beragam. Saya memahami pasti banyak yang sedih, menyayangkan dan mempertanyakan keputusan yang saya ambil tersebut, karena sesungguhnya saya memiliki karir dan masa depan yang baik di TNI," ujar AHY, 23 September 2016.

Baca juga: Elektabilitas AHY di Bawah Anies hingga Prabowo, Demokrat Optimistis Kejar Ketertinggalan

Ia pun mengungkapkan rasa harunya karena harus meninggalkan TNI untuk melenggang ke dunia politik.

"Dengan hati yang tulus, saya meyakinkan rasa cinta dan bangga kepada TNI yang telah menempa saya... (Cinta dan bangga) tidak akan pernah pudar," kata AHY sambil menahan tangis.

Berpasangan dengan Sylviana Murni, AHY mengawali karier politiknya dengan menelan kekalahan saat ia hanya memperoleh 17,06 persen pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Selanjutnya, AHY ditunjuk menjadi Komandan Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat untuk Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019.

Di bawah komando AHY, Partai Demokrat memperoleh 10.876.507 suara atau sebesar 7,77 persen.

Baca juga: Prahara Demokrat Berlanjut, Kubu Kontra-AHY Kini Permasalahkan Aset Partai

Angka tersebut dapat dibilang anjlok dibandingkan dengan perolehan suara pada Pemilu 2014 yang mencapai 10,9 persen atau 12.728.913 duara.

Kendati demikian, hal itu tidak menyurutkan langkah AHY di partai berlambang bintang Mercy tersebut.

Pada Maret 2020, AHY terpilih secara aklamasi menjadi ketua umum Partai Demokrat menggantikan sang ayah melalui Kongres V Partai Demokrat.

Dalam pidatonya usai terpilih, AHY menyatakan berambisi mengembalikan kejayaan Partai Demokrat dengan kembali menguasai kursi parlemen pada Pemilu 2024 mendatang.

"Bayangkan, nikmatnya, bahagianya kita dan bangganya kita kalau berhasil merebut kemenangan di parlemen seperti di 2009 yang lalu," ujar AHY di arena Kongres V Partai Demokrat, di JCC Senayan, Jakarta, 14 Maret 2020.

"Kita ingin kembali meningkatkan jumlah anggota DPR kita, baik DPR RI, provinsi maupun kabupaten, kota," kata dia.

Baca juga: Tanggapi Kubu Kontra-AHY soal Aset, Demokrat: Apa Begini Politik Gaya Preman?

Digoyang isu kudeta

Bak petir di siang bolong, perjalanan AHY sebagai ketua umum Partai Demokrat mendadak digoyang oleh isu kudeta yang berhembus sejak awal Februari 2021.

Pihak Demokrat menuding upaya kudeta itu dimotori sejumlah kader, salah satunya Jhoni Allen, serta melibatkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Keterlibatan dalam upaya kudeta itulah yang membuat Jhoni Allen bersama kader-kader lainnya seperti Darmizal dan Marzuki Alie dipecat dari Partai Demokrat.

Baca juga: Kudeta di Partai Demokrat Dinilai Jadi Momentum Tingkatkan Elektabilitas AHY

Upaya kudeta itu sendiri berujung pada kongres luar biasa (KLB) yang digelar oleh kubu kontra-AHY di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021) lalu.

KLB tersebut memutuskan Moeldoko sebagai ketua umum Partai Demokrat menggantikan AHY yang dianggap telah demisioner.

AHY menyatakan, KLB tersebut digelar secara ilegal karena penyelenggaraannya tidak memenuhi syarat-syarat yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat.

"Saya ulangi, saya ulangi, tidak ada dualisme kepemimpinan dan kepengurusan Partai Demokrat. Saya Agus Harimurti Yudhoyono AHY adalah Ketua Umum Partai Demokrat yang sah dan legitimate," ucap AHY.

Baca juga: Soal Isu Kudeta Demokrat, JK: Masalah Partai Selesaikan Internal, Pemerintah Jangan Ikut Campur

Adapun bola panas isu kudeta itu kini berada di tangan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly setelah kubu AHY maupun kubu kontra-AHY sama-sama mengajukan dokumen ke Kementerian Hukum dan HAM.

Isu kudeta itu juga bergulir ke pengadilan setelah Jhoni Allen menggugat AHY atas pemecatan dirinya.

Sementara, Partai Demokrat yang dipimpin AHY menggugat Jhoni Allen dan 9 nama lainnya karena dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menggelar KLB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com