JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi sosok calon presiden yang paling banyak dipilih anak muda berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia.
Sebanyak 15,2 persen responden yang merupakan anak muda usia 17-21 tahun itu memilih Anies.
Selain Anies, tokoh selanjutnya yang banyak dipilih yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang dipilih oleh 13,7 persen responden.
Peringkat ketiga yakni Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil yang memperoleh angka 10,2 persen.
Baca juga: 17 Tokoh Dipilih Anak Muda Jadi Presiden: Anies Pertama, Ganjar Kedua, Prabowo Kelima
Ketiga nama tersebut digadang-gadang akan menjadi nama baru dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang.
Menanggapi hasil survei tersebut, pengamat politik Pangi Syarai Chaniago menyebut bahwa politik Indonesia seringkali penuh dengan element of surprise atau kejutan.
Pangi menyebut, ketiganya bisa saja berpeluang menjadi Capres di 2024.
Namun, kalkulasi atau hitung-hitungan politik seringkali menemukan hasil justru di menit-menit akhir.
"Pada pilpres, kalkulasi jodoh menjodohkan pasangan calon itu terjadi di last minute, penuh kejutan. Dalam politik yang berbahaya itu kejutan-kejutan yang semua orang tidak memprediksi, bahwa pemilihan pasangan calon, hingga keputusan partai melakukan pengusungan dilakukan tidak jauh dari masa pemilu," ucap Pangi pada Kompas.com, Selasa (23/3/2021).
Selain itu, menurut Pangi, saat ini jumlah undicided voters atau masyarakat yang belum menentukan pilihannya masih banyak.
Sementara itu, strong voters atau pemilih kuat saat ini jumlahnya masih sedikit. Kebanyakan dari masyarakat masih ingin melakukan penilaian pada tokoh-tokoh politik yang ada.
"Undicided voters-nya masih banyak. Mereka masih belum mau terburu-buru menentukan saat ini siapa yang akan mereka pilih. Dinamikanya masih sangat mungkin berubah, apapun bisa terjadi didepan," papar dia.
Baca juga: Blusukan ke Masjid, Anies Ceritakan Asal-usul Nama Mangga Dua
Di sisi lain, hasil survei yang dirilis jauh sebelum proses pemilu dilaksanakan, menurut Pangi, tidak selalu mendapatkan respons positif dari para tokoh politik.
Sebab, dalam politik, terdapat beberapa kemungkinan bahwa tokoh-tokoh dengan elektabilitas tinggi justru dapat menghadapi hambatan dari lawan politisnya sejak saat ini.
"Banyak calon-calon tidak terlalu senang dengan hasil positif elektabilitas mereka yang diumumkan jauh sebelum pemilu terjadi. Sebab bisa saja menjadi blunder, bunuh diri, terlalu cepat dimatikan oleh lawan politiknya, ini tidak menyenangkan juga untuk mereka," kata Pangi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.