Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muchtar Pakpahan dan Obsesinya Membela Rakyat Kecil Sejak Masih Menarik Becak

Kompas.com - 23/03/2021, 09:55 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Obsesinya membela rakyat kecil dan memperjuangkan ketidakadilan sudah muncul saat ia duduk di bangku sekolah menengah atas.

Tahun 1972, Muchtar Pakpahan bersekolah sambil membantu orangtua mencari nafkah dengan menarik becak.

Saat itu, ia tengah beristirahat sejenak dan menikmati semangkuk miso (semacam bakso) yang dijajakan pedagang kali lima. 

Namun, ia menemukan ketidakadilan di depan matanya. Tiga berandal menolak membayar miso yang mereka makan. Muchtar pun berkelahi dengan tiga berandal itu.

“Rasa senasib, mungkin itu yang jadi penyebab menggelegaknya obsesi buat menegakkan keadilan," ucap Pakpahan dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, Sabtu (18/9/1993).

Muchtar kini menjadi tokoh pergerakan buruh yang memperjuangkan hak-hak buruh.

Kesediaan dan pengorbanannya menjadi Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI).

Adapun SBSI merupakan organisasi buruh di luar SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) yang tidak diakui pemerintah.

Baca juga: Tokoh Gerakan Buruh Muchtar Pakpahan Meninggal Dunia

Obsesi untuk menolong orang semakin kuat saat Pakpahan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara (1981).

Saat itu, ia menyaksikan seorang ibu diperlakukan semena-mena oleh oknum Polsek Teladan Medan.

Tangisan sang ibu menyayat hatinya. Ibu tersebut dimintai uang jika mau dibebaskan.

"Saya kebetulan lewat di samping sel tahanannya ketika mendengar tangisnya, sehingga tahu, bahwa ibu itu dimintai Rp 50.000 kalau mau dibebaskan. Padahal tuduhan ibu itu membantu penadahan tak terbukti," tutur dia. 

Pakpahan pun menemui Dansek Polsek Teladan Medan. Namun, hal yang terjadi berikutnya, ia malah dibentak.

"Itu bukan urusanmu," ucap Muchtar Pakpahan menirukan perkataan Dansek Polsek Teladan Medan ketika itu.

Baca juga: Saat Muchtar Pakpahan Munculkan Wacana Ganti Sistem Politik di Era Orde Baru

Karena mendapatkan perlakuan seperti itu, ia terpaksa menjelaskan bahwa dia baru saja bertemu dengan Dantabes Medan di Universitas Methodis.

Usai berceramah, kata Pakpahan, Dantabes berpesan kepadanya agar melaporkan segala masalah yang sedang dialaminya.

“Untuk membuktikan, saya menelepon Dantabes langsung di muka Dansek itu dan melaporkan semuanya kepada ajudan Dantabes. Ibu itu pun dibebaskan," ucap Pakpahan.

Hingga pada 1970-an, Muchtar sering membaca pemberitaan di Koran Medan mengenai aktivitas para tokoh pergerakan.

Tokoh yang kerap diberitakan itu yakni Hariman Siregar (Ketua DM UI), Muslim Tampubolon (Ketua DM ITB), Nelson Parapat (aktivis GMKI USU Medan), dan Sufri Helmi Tanjung (tokoh HMI IAIN Medan).

“Kebetulan mereka itu berdarah Tapanuli. Akhirnya saya pun terbakar menegakkan keadilan." ucap Pakpahan.

“Keadilan apa? Tak tahulah. Pokoknya ya membela keadilan, ha ha ha," kata dia.

Pengorbanannya dalam membela rakyat pun ia wujudkan melalui SPBI. Ia berkeinginan agar para buruh mampu membela nasibnya sendiri.

Permasalah perburuhan yang dialami Pakpahan saat itu yakni terjadi pada tahun 1984, tepatnya sejak DPP SPSI bersikap pasif membiarkan para aktivis buruh diinterogasi aparat keamanan.

Baca juga: Kenang Muchtar Pakpahan, KSPSI: Selamat Jalan Pejuang Buruh Indonesia

Padahal, apa yang dibuat aktivis buruh itu justru hanya mendirikan Pengurus Unit Kerja (PUK) SPSI di sejumlah perusahaan.

"Eksisitensi SPSI, akhirnya saya lihat sekadar untuk security approach mengamankan buruh," ucap Pakpahan.

Dengan adanya perilaku sewenang-wenang terhadap buruh itu akhirnya membuat Pakpahan bertekad membantu SBSI mati-matian.

Membela kaum kecil demi menegakkan keadilan itu, akan tetap diteruskannya.

"Ya, tapi sekarang kan sudah lain. Tidak seperti tahun 70 dan 80-an, sikap ABRI tahun 90-an kan sudah penuh keterbukaan demi demokratisasi," kata dia.

Adanya perkembangan itu justru membuat Pakpahan yakin perjuangan bangsa Indonesia demi menegakkan keadilan dan demokrasi sudah di jalur yang tepat.

Keterbukaan terhadap adanya perbedaan pendapat itu, menurut Pakpahan, harus terus dihargai.

Baca juga: Muchtar Pakpahan di Mata Kerabat, Konsisten Perjuangkan Hak Buruh dan Rakyat Kecil

Keprihatinan lain yang harus disikapi serius, kata dia, adalah penegakkan hukum.

Jika hukum ditegakkan dengan konsisten di segala bidang, rakyat tidak akan bisa jadi mainan atau sekadar legitimasi kekuasaan lagi.

"Pembuatan hukum kita masih didominasi pendekatan politis dalam arti negatif. Padahal politisi kita bunglon, cuma cari kursi," kata Muchtar Pakpahan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com