JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah tripsin baru-baru ini kembali mencuat di masyarakat. Kata tripsin mulai terdengar lagi saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca haram karena menggunakan tripsin babi dalam proses pembuatannya.
Meski menggunakan tripsin babi, MUI tetap memperbolehkan penggunaan vaksin AstraZeneca karena Indonesia saat ini masih berada dalam kondisi darurat Covid-19.
Lantas apa sebenarnya yang dimaksud dengan tripsin?
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, tripsin adalah reagen yang bisa melepaskan enzim.
Tripsin biasannya digunakan dalam proses biologis terutama yang menggunakan proses rekayasa genetika.
"Dikasih tripsin supaya sel-nya bisa lepas-lepas setelah itu harus cepat-cepat dikasih media lagi supaya vaksinnya terencerkan dan tidak bekerja lagi (tripsinnya)," kata Amin kepada Kompas.com, Senin (22/3/2021).
Baca juga: 7 Fakta AstraZeneca, dari Diisukan Mengandung Tripsin Babi hingga Efek Samping
Amin menjelaskan, jumlah vaksin yang digunakan biasanya tidak terlalu banyak, frekuensi penggunaannya juga berkisar antara 10 hingga 15 menit.
Ia juga memastikan dalam hasil akhir vaksin yang menggunakan tripsin, vaksin tidak akan lagi mengandung tripsin.
"Kalau mau dibilang ada mungkin ada. Tapi sudah sangat kecil dan sudah mengalami pengenceran yang cukup banyak," ujar dia.
Amin mengungkapkan bahwa tripsin tidak hanya berasal dari babi, tetapi juga bisa berasal dari hewan lainnya.
Namun, tripsin babi biasanya bekerja lebih baik dan memiliki harga yang cukup murah sehingga kerap dipakai.
Baca juga: Fatwa MUI: Meski Mengandung Babi, Vaksin AstraZeneca Boleh Digunakan
Terkait keamanan, Amin memastikan, penggunaan tripsin tidak berbahaya baik dalam prosesnya maupun hasil akhirnya.
"Tripsinnya sendiri tidak ada efek terhadap subjeknya. Jadi kalau diberikan tidak ada efek apa-apa. Dari segi keamanannya enggak ada masalah," jelas Amin.