Namun, saat era Galatama dan Ligina dimulai pada 1970-an hingga 1990-an, Persis kerap berada di papan bawah. Kemudian, Persis lambat laun turun ke Divisi I.
Persis kembali masuk ke Divisi Utama pada 2006, tetapi belum mampu meraih gelar juara. Kemudian, Persis kembali menurun performanya dan harus bermain di Liga 2.
Putra kedua Presiden Soeharto ini mendirikan Arseto Solo pada 1978. Saat awal berdiri, Arseto tak langsung bermarkas di Solo. Klub yang didirikan Sigit itu lebih dulu bermarkas di Jakarta.
Pada 1985, barulah Arseto bermarkas di kota kelahiran Sigit, yakni di Solo. Prestasi Arseto pun bisa dikatakan cukup gemilang.
Pada 1987, Arseto sukses menjadi juara dalam turnamen invitasi Galatama. Kemudian pada 1992, Arseto ditabalkan sebagai juara Galatama.
Catatan emas yang ditorehkan Arseto terus berlanjut. Pada 1993, Arseto sukses menjadi juara dalam kejuaraan antarklub ASEAN.
Arseto juga sempat mewakili Indonesia dalam Liga Champions Asia 1992-1993. Kiprah Arseto di Liga Champions Asia kala itu cukup fantastis lantaran bisa menembus fase grup di semifinal.
Namun, Arseto gagal melanjutkan kemenangannya di fase grup semifinal karena harus berhadapan dengan klub-klub elite dari Jepang.
Perjalanan Arseto di kancah sepak bola nasional tak berlangsung lama. Reformasi 1998 turut menghentikan kiprah Arseto. Klub tersebut bubar pada 1998 seiring masifnya demonstrasi anti-Soeharto pada masa itu.
Kompleks Lapangan Kadipolo di Solo yang menjadi markas Arseto hingga kini terbengkalai seiring bubarnya klub besutan putra kedua Soeharto itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.