Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapi Kubu Kontra-AHY soal Aset, Demokrat: Apa Begini Politik Gaya Preman?

Kompas.com - 22/03/2021, 08:46 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyatakan, mantan kader yang tergabung dalam Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) hanya mengumbar fitnah dan hoaks.

Herzaky menanggapi pernyataan kubu kontra-Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu yang menyebut ada sejumlah aset Partai Demokrat yang dibeli menggunakan uang partai tapi kepemilikannya tercatat atas nama pribadi.

"Mantan kader kami yang tergabung dalam GPK-PD, kerjanya mengumbar fitnah dan hoaks saja. Setelah gagal melakukan kudeta dan gagal mengadakan KLB yang sah, kini makin konsisten menyebar fitnah dan hoaks," kata Herzaky, Minggu (21/3/2021).

Baca juga: Kubu Kontra-AHY Tuding Sejumlah Aset Demokrat Diatasnamakan Pribadi, Termasuk Kantor DPP

Herzaky pun mempertanyakan sikap kubu kontra-AHY itu yang tiba-tiba meributkan urusan sertifikat aset-aset Demokrat.

"Ibarat kata, ada orang luar, mentang-mentang pernah numpang tidur di rumah, melihat rumah kami, Demokrat, lalu ribut mempertanyakan urusan sertifikat tanah atau aset lainnya dari rumah kami. Seakan-akan dia yang punya rumah," ujar Herzaky.

Menurut Herzaky, sikap tersebut tidak mengedepankan adab, etika, dan kepatutan serta jauh dari nilai-nilai Partai Demokrat yang bersih, cerdas, dan santun.

Publik, kata Herzaky, juga tahu bahwa perubatan itu tidak etis dan tidak patut dilakukan oleh mantan kader.

"Apa yang mau ditinggalkan dan diwariskan untuk generasi mendatang? Kini, menebar fitnah lagi terkait urusan aset Partai Demokrat," kata dia.

Baca juga: Kemenkumham Beri 7 Hari bagi Demokrat Kubu KLB Lengkapi Dokumen

Herzaky mengaku bersyukur mantan kader-kader tersebut sudah tidak bergabung dengan Demokrat di bawah kepemimpinan AHY.

Namun, Herzaky menyebut, kader merasa sangat terhina dengan perbuatan kubu kontra-AHY yang melakukannya dengan mengenakan atau membawa-bawa atribut Demokrat.

"Apa begini politik gaya preman yang sedang dikembangkan, mentang-mentang berselingkuh dengan oknum kekuasaan, seakan-akan bebas melakukan apa saja, meskipun sangat tidak etis dan tidak bermoral serta di luar kepatutan?" ujar Herzaky.

Sebelumnya, juru bicara kubu kontra-AHY Muhamamd Rahmad menyebut, saat ini kubu kontra-AHY yang dipimpin Kepala Staf Presiden Moeldoko mulai mendata aset-aset yang dimiliki Partai Demokrat.

"Kami mendapat informasi penting dari kader bahwa banyak aset-aset yang dibeli dari uang partai, tetapi kepemilikannya tidak atas nama partai. Sertifikatnya tercatat atas nama perorangan pribadi," kata Rahmad, Minggu.

"Ini tentu tidak benar dan berpotensi terjadinya penggelapan aset partai oleh perorangan pribadi," ujar Rahmad.

Salah satu aset yang disebut dibeli menggunakan uang sumbangan para kader dan masyarakat itu adalah kantor DPP Partai Demokrat di Jalan Proklamasi Nomor 41, Jakarta.

Baca juga: Demokrat: Penggunaan Bendera Partai secara Ilegal Terancam Denda Rp 2 Miliar

Rahmad menyebut, aset itu dibeli saat Susilo Bambang Yudhoyono menjabat ketua umum Partai Demokrat dengan harga lebih dari Rp 100 miliar.

"Namun sertifikat jual-belinya tidak tercatat atas nama Partai Demokrat, tapi atas nama perorangan pribadi," kata Rahmad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com