Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Masyarakat Sipil Buka Pos Pengaduan Masyarakat Terdampak Korupsi Bansos Covid-19 Jabodetabek

Kompas.com - 21/03/2021, 15:24 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil antikorupsi membuka pos pengaduan masyarakat terdampak korupsi bantuan sosial Covid-19, Minggu (21/3/2021).

Koalisi itu terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Change.org.

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dari ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, pos pengaduan tersebut ditujukan bagi masyarakat yang terdaftar sebagai penerima manfaat bantuan sosial sembako Covid-19 di wilayah Jabodetabek namun mengalami permasalahan dalam pembagiannya.

“Pos pengaduan ini adalah upaya untuk dapat memetakan permasalahan dan kerugian yang dialami masyarakat sebagai dampak korupsi," kata Kurnia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (21/3/2021).

Baca juga: Kasus Bansos Covid-19, KPK Sita Barang Elektronik dan Dokumen dari Perantara Ihsan Yunus

Kurnia menjelaskan, pengaduan yang masuk nantinya akan menjadi dasar untuk melakukan upaya hukum bersama, yakni menuntut pemulihan kerugian masyarakat.

Selain itu, informasi yang dihimpun juga diarahkan untuk mendorong perbaikan kebijakan mengenai bansos dan jaminan sosial lainnya agar lebih transparan dan akuntabel.

Adapun pengaduan tersebut dapat dilakukan dengan mengisi formulir pada link http://s.id/poskorbanbansos atau melalui hotline telepon/ Whatsapp pada nomor 0881 0246 58639.

“Pos pengaduan akan dibuka mulai 21 Maret 2021 hingga 4 April 2021,” ucap Kurnia.

Baca juga: Bansos Tunai Rp 300.000 Sudah Cair Maret 2021, Cek di dtks.kemensos.go.id

Sebagaimana diketahui, awal Desember 2020 Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) berhasil membongkar praktik korupsi pengadaan paket bantuan sosial sembilan bahan pokok untuk warga terdampak pandemi Covid-19 di Kementerian Sosial Kementerian Sosial

Saat itu, Menteri Sosial, Juliari Batubara, terkena tangkap tangan beserta pejabat Kemensos dan pihak swasta lainnya. Mereka dijadikan tersangka oleh KPK dan diproses hukum karena menjadikan paket sembako sebagai bancakan korupsi.

Adapun modus yang dilakukan oleh para pelaku adalah dengan meminta fee sebesar Rp 10.0003 dari total harga paket sembako Rp 300.000 untuk setiap warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).

Kurnia menilai, atas praktik korupsi itu, tidak hanya bisa dilihat sebatas pada suap-menyuap semata, akan tetapi juga berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,73 triliun.

Adanya penyalahgunaan kewenangan demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, menurut dia, sangat mengancam kehidupan kelompok rentan dan masyarakat miskin yang menjadi sasaran program tersebut.

Ia menyebut, setidaknya ada 1,3 juta keluarga penerima manfaat yang berpotensi dirugikan secara langsung akibat korupsi tersebut.

Hal itu dapat dibuktikan tatkala dikeluarkannya Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 54/HUK/2020.

Baca juga: Pemerintah Ingin Percepat Penyaluran Bansos, Target Pekan Keempat Maret 2021

"Aturan itu menegaskan adanya urgensi pemberian bansos untuk menjamin stabilitas ekonomi masyarakat yang terancam resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19," ujar Kurnia.

"Problematika korupsi bansos ini sekaligus menjadi pengingat bahwa korupsi adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia," ucap dia.

Lebih lanjut, Kurnia menekankan, di tengah situasi pandemi, negara memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan dasar warga yang dibatasi aktifitasnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan.

Korupsi yang dilakukan terhadap kewajiban negara tersebut telah melanggar hak warga mendapatkan jaminan sosial.

Hal itu tertera secara terang benderang dalam Pasal 28 H dan pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) serta Pasal 41 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).

Bahkan, melanggar Hak warga atas jaminan hidup yang layak juga dijamin dalam Pasal 28 C, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, dan Pasal 11 UU HAM.

"Maka dari itu, KPK harus didesak untuk mengusut tuntas semua pihak yang terlibat dan memberikan tuntutan yang setimpal hingga adanya putusan yang memberikan efek jera," kata Kurnia.

Namun, dengan adanya kerugian luar biasa yang dialami masyarakat, khususnya dalam situasi kedaruratan pandemi seperti saat ini, dia berpendapat upaya penghukuman saja tidak cukup.

Menurut Kurnia, perlu ada upaya khusus untuk dapat memulihkan kembali hak-hak masyarakat yang dirugikan.

"Jaminan pemulihan hak tersebut telah pula diamanatkan dalam Pasal 35 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006," ucap Kurnia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com