JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima data dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait lahan di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Seperti diketahui, KPK sedang menyidik dugaan korupsi pembelian lahan oleh BUMD DKI Jakarta, PD Sarana Jaya.
"Benar, kami telah menerima data dimaksud, kami akan pelajari lebih lanjut," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/3/2021).
Baca juga: MAKI Serahkan Data Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Lahan di Cipayung kepada KPK
Ali mengatakan, KPK berterima kasih atas peran masyarakat dalam mengawasi dan mengawal proses penyidikan perkara.
Ia juga memastikan segala proses yang dilakukan KPK dalam kegiatan penyidikan ini, telah sesuai dengan aturan hukum.
"Kami tegaskan segala perkembangan dari penanganan perkara ini akan selalu kami infokan kepada masyarakat sebagai bentuk keterbukaan KPK," ucap Ali.
Adapun data yang diserahkan MAKI terdiri atas Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 97, 98, dan 99 atas nama pemilik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus dengan luas sekitar 4 hektare.
Sertifikat tersebut diterbitkan oleh Kantor BPN Jakarta Timur pada tanggal 31 Juli 2001 dengan masa berlaku hingga 31 Juli 2021.
“Berdasarkan data tersebut terdapat hal-hal yang memperkuat telah terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan yang mengaku memiliki lahan tersebut,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (19/3/2021).
Baca juga: KPK Belum Umumkan Status Tersangka Kasus Pengadaan Lahan di Cipayung, MAKI: Tidak Ada Dasarnya
Boyamin menyebut, lahan tersebut dimiliki oleh sebuah yayasan sehingga tidak bisa dijual kepada sebuah perusahaan bisnis swasta.
Lahan yayasan, kata dia, hanya boleh dialihkan kepada yayasan lain untuk digunakan dengan tujuan fungsi sosial.
Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 37 Ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Yayasan.
“Semestinya sejak awal PD Sarana Jaya mengetahui tidak bisa membeli lahan tersebut karena lahan dimiliki oleh sebuah Yayasan yang kemudian dijual kepada perusahaan swasta yang dilarang oleh UU Yayasan,” ucap Boyamin.
“Sehingga dengan melakukan pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp 200 Miliar adalah sebuah bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean serta berpotensi kerugian total lost (uang hilang semua tanpa mendapat lahan),” ucap dia.
Baca juga: MAKI Akan Gugat KPK jika Tak Umumkan Tersangka Pengadaan Lahan di Cipayung dalam 30 Hari
Selain itu, Boyamin menyebut, HGB lahan tersebut akan habis pada 2021 dan selama ini tidak pernah dilakukan pembangunan apa pun sesuai izin HGB.