JAKARTA, KOMPAS.com - Pasal 27 Ayat 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengenai pencemaran nama baik dinilai memunculkan keresahan di masyarakat.
Hal itu diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward OS Hiariej dalam diskusi Publik Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik di Yogyakarta Kamis (18/3/2021).
Adapun bunyi Pasal 27 Ayat (3) UU ITE yaitu: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
"Tidak dimungkiri pasal ini menimbulkan keresahan. Terjadi multitafsir atau distorsi antara penyampaian kritik dan pencemaran nama baik sehingga terjadi saling lapor," kata Eddy dikutip dari Antara.
Baca juga: DPR Minta Pemerintah Siapkan Naskah Akademik Revisi UU ITE
Eddy menjelaskan, tujuan awal dirumuskannya UU ITE adalah untuk mencegah terjadinya perbuatan yang merugikan orang lain di dunia maya, mulai dari peretasan hingga penyebaran kabar bohong atau hoaks.
Sebab, menurut dia, pelanggaran hukum di dunia nyata saat ini memungkinkan terjadi secara virtual.
"Sehingga UU (ITE) ini diperlukan karena kegiatan di ruang cyber tidak dapat didekati dengan ukuran hukum konvensional saja," kata Eddy.
Kalau ini ditempuh (dengan hukum konvensional) maka banyak yang lolos dan kesulitan dalam pemberlakuan hukum," ucap dia.
Baca juga: Susun Standar Norma Pengaturan, Komnas HAM: Bisa Jadi Acuan Revisi UU ITE
Kendati demikian, muncul gagasan di DPR RI untuk memasukkan pencegahan tindakan pelanggaran hukum lain di dunia maya yang salah satunya bisa mencakup masalah penghinaan atau pencemaran nama baik.
Akibatnya, muncul Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 dalam UU ITE.
Tiga pasal itu, menurut Eddy, sangat multitafsir karena tidak memenuhi syarat utama dalam asas legalitas yang salah satunya berbunyi tidak ada perbuatan pidana tanpa undang-undang yang jelas.
"Apakah Pasal 27, 28, dan Pasal 29 jelas? Tidak, tidak jelas," kata dia.
Eddy mencontohkan dalam UU ITE, penjelasan mengenai Pasal 27 sekadar disebutkan bahwa unsur penghinaan yang dimaksud adalah sebagaimana Pasal 310 KUHP tentang penistaan dan Pasal 311 KUHP tentang fitnah.
Baca juga: Kepada Tim Kajian, Komnas Perempuan Sebut UU ITE Diskriminatif
Menurut dia, hal itu berbeda dengan saat pembentukan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Ketika mengadopsi sejumlah kejahatan jabatan dari KUHP, pasal-pasal sepenuhnya diambil dan ditulis ulang di dalam UU itu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.