JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, orangtua memiliki peranan besar dalam mencegah perkawinan anak.
Muhadjir menuturkan, dalam Undang-Undang (UU) Perkawinan, orangtua dapat meminta dispensasi kepada pengadilan agar anak atau seseorang di bawah 19 tahun, bisa menikah dengan alasan sangat mendesak.
Hal itu disampaikan Muhadjir pada acara seminar nasional dan deklarasi gerakan nasional pendewasaan usia perkawinan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang digelar Kementerian PPPA dan MUI, Kamis (18/3/2021).
"Orangtua memiliki peran yang sangat besar dalam mencegah perkawinan anak karena dalam UU Perkawinan disebutkan bahwa orangtua dapat meminta dispensasi nikah anak kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak," kata Muhadjir.
Baca juga: Mendikbud: Perkawinan Anak Hilangkan Hak Anak Dapatkan Pendidikan Berkualitas
Muhadjir mengatakan, kriteria sangat mendesak tersebut dapat digunakan oleh orangtua untuk meminta dispensasi.
Namun demikian, kata dia, keputusan untuk menikahkan anak harus dipertimbangakn bijaksana oleh orangtua.
Di sini lah peran orangtua sangat penting. Kebijakan orangtua sangat dibutuhkan dalam hal ini.
Di sisi lain, pemangku kepentingan pun perlu memberi edukasi pada orangtua mengenai pencegahan pernikahan usia dini, bahaya seks, dan perkawinan yang tidak tercatat.
"Edukasi pendewasaan usia perkawinan banyak yang harus dilakukan bersama," kata dia.
Dalam rangka mencegah pernikahan anak, kata dia, pemerintah juga telah memiliki strategi nasional pencegahan perkawinan anak.
Baca juga: Menkes: Pencegahan Perkawinan Anak untuk Wujudkan Derajat Kesehatan Optimal
Strategi tersebut adalah optimalisasi kapasitas anak, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, aksesibilitas dan perluasan layanan, penguatan edukasi dan kelembagaan, serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan.
"Tujuan pernikahan dalam Islam adalah menciptakan keluarga sakinah serta dalam rangka mendapatkan keturunan. Kondisi tersebut bisa tercapai pada usia dimana calon mempelai telah matang, sempurna akal pikirannya serta siap melakukan proses reproduksi," kata dia.
Muhadjir mengatakan, pernikahan anak berpotensi menghasilkan bayi yang kurang sehat. Itu karena fisik dan mental anak perempuan di bawah 18 tahun belum siap untuk melahirkan.
Data pada 2019 menunjukkan, kata dia, proporsi perempuan yang menikah sebelum 18 tahun adalah 11,21 persen.
Jumlah tersebut berarti bahwa ada 11 orang dari setiap 100 perempuan usia anak yang menikah. Pada 2024, pemerintah menargetkan penurunannya sebesar 8,74 persen.
Baca juga: Menteri PPPA Sebut Perkawinan Anak Dapat Munculkan Kemiskinan Antar Generasi
Selanjutnya, angka kelahiran remaja umur 16-19 tahun berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2017 menunjukkan jumlah kelahiran remaja masih di angka 36 per 1.000 kelahiran.
"Artinya dari 1.000 perempuan yang melahirkan, 36 di antaranya berusia di bawah 19 tahun. Pemerintah dalam hal ini menargetkan turunnya angka kelahiran remaja tersebut tahun 2024 menjadi 18 persen," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.