JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro meragukan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menolak wacana perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Menurut Siti Zuhro, masyarakat telah merekam ucapan Jokowi yang kadang tidak sesuai dengan sikap di kemudian hari.
"Kadang (Jokowi) cenderung tidak perlu memberikan pernyataan tegas. Jadi melipir (menghindar)," ujar Siti Zuhro, dikutip dari program Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (17/3/2021).
Baca juga: Jokowi: Saya Tegaskan Tak Berminat Jadi Presiden 3 Periode
Ia mencontohkan ketika Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2013.
Kala itu, Jokowi menampik pertanyaan wartawan seputar keinginan ikut berkontestasi dalam Pilpres 2014.
"Kurang dari satu tahun memerintah jadi Gubernur DKI Jakarta, sudah ditanya bagaimana kalau jadi Presiden, jawabnya ra mikir, ra mikir, dan berbagai pernyataan yang disampaikan tidak berminat juga, tapi ternyata kan ikut (Pilpres) juga," jelas Siti.
Baca juga: Jokowi Tiga Periode, Mungkinkah?
Siti berpandangan, saat ini Jokowi bisa saja mengatakan menolak wacana tersebut. Namun sikap itu dapat berubah dengan alasan rakyat menghendaki.
"Nanti seperti tidak berminat, tidak ada niatan, tapi kalau ada kebulatan tekad, ternyata rakyat menghendaki itu susah ditolak," katanya.
"Itu nanti meskipun yang menyatakan berapa persen (rakyat) dari jumlah ratusan juta penduduk Indonesia, itu bisa dijadikan landasan untuk mengatakan rakyat menghendaki. Bila rakyat menghendaki ya tentu saya tidak bisa mengelak, itu amanah, bahasa politik," ucap Siti.
Baca juga: Wacana Presiden Tiga Periode Dinilai Tak Mudah Terwujud, Ini Penyebabnya
Di sisi lain, Siti Zuhro menilai perubahan masa jabatan presiden melalui amendemen UUD 1945 sulit terjadi. Sebab, wacana tersebut akan bertabrakan dengan kepentingan partai politik.
Ia menduga saat ini sudah ada ketua umum partai politik yang berniat mencalonkan diri dalam kontestasi Pilpres 2024.
"Untuk pemilu 2024 ini yang terbaca sekarang ini adalah nuansanya yang berbeda dengan pemilu 2019, di mana beberapa ketua umum partai-partai politik sudah ada keinginan untuk mencalonkan diri," ungkap Siti.
Kemudian, figur capres juga akan bermunculan dari kepala daerah di tingkat provinsi.
"Kalau ketum tidak mencalonkan diri, ada calon yang sudah digadang-gadang, belum lagi dari kepala daerah di provinsi juga ingin mencalonkan," imbuhnya.
Baca juga: Jokowi Buka Suara soal Tiga Periode, tetapi Bungkam atas Upaya Moeldoko Kuasai Demokrat
Adapun isu masa jabatan presiden tiga periode diungkapkan oleh pendiri Partai Ummat Amien Rais. Ia menyebut ada skenario mengubah ketentuan dalam UUD 1945 soal perubahan masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode.