Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkes Sebut Kasus Penggumpalan Darah Setelah Divaksin AstraZeneca Minim Terjadi

Kompas.com - 16/03/2021, 15:07 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, angka kejadian penggumpalan darah setelah vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin AstraZeneca terbilang kecil.

Hal ini diperbandingkan dengan jumlah individu yang telah disuntik vaksin AstraZeneca yang saat ini mencapai 17 juta orang.

"Kalau kita lihat datanya saat ini sudah ada 17 juta orang mendapatkan vaksin AstraZeneca ini. Di mana kasus penggumpalan darah ini dilaporkan 40 kasus," ujar Nadia dalam konferensi pers secara virtual pada Selasa (16/3/2021).

"Jadi sebenarnya angkanya kecil dan sebenarnya tidak ada hubungan dengan vaksin AstraZeneca ini," tuturnya.

Baca juga: Kemenkes: Penundaan Distribusi Vaksin AstraZeneca kerena Prinsip Kehati-hatian

Nadia pun mengungkapkan, ada sekitar 10-11 negara yang menunda vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin AstraZeneca.

Penundaan ini, menurut dia, bukan bersifat pembatalan atau menunda secara sementara.

"Tetapi, menunda sampai mendapatkan informasi yang lebih jelas dari instansi yang berwenang di masing-masing negara. Kalau di Eropa, tentu BPOM-nya Eropa dan negara lain juga merujuk informasi dari WHO," ucap Nadia.

Setelah itu, pada 11 Maret 2021, Europe Medicine Asociation (EMA) dan badan pengawas obat Inggris telah menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara penggumpalan darah dengan penyuntikan vaksin AstraZeneca.

Dalam kesempatan yang sama, Nadia pun menjelaskan alasan pemerintah menunda distribusi vaksin AstraZeneca yang sudah tiba di Indonesia.

Baca juga: Saat Indonesia Tunda Penggunaan Vaksin Covid-19 AstraZeneca

Menurut Nadia, pemerintah memegang prinsip kehati-hatian sebagaimana telah diarahkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Saat ini, lanjut dia, BPOM bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan para ahli sedang meneliti lebih lanjut terkait penggunaan vaksin AstraZeneca.

Poin yang dipastikan salah satunya yakni apakah kriteria calon penerima vaksin Covid-19 AstraZeneca memungkinkan atau tidak menerima vaksin itu.

Sebab sebelumnya, kriteria yang telah dirumuskan pemerintah disesuaikan dengan kriteria penggunaan vaksin Sinovac.

"Jadi kita tunggu proses ini sambil proses cek fisik, memperhatilan quality control apalah ada vial yang rusak, kemasan yang kondisinya tidak baik dan lain-lain itu dipastikan dulu," tutur Nadia.

"Sebelum didistribusikan ke fasilitas kesehatan, kita benar-benar jamin mutunya. Apakah ada yang berubah warna, berubah bentuk," kata dia.

Baca juga: BPOM Tunda Penggunaan Vaksin Covid-19 AstraZeneca demi Kehati-hatian

Selain itu, pemerintah juga memastikan rentang waktu penyuntikan vaksin AstraZeneca antara sembilan hingga 12 pekan.

Rentang waktu ini kemudian dicocokkan dengan rekomendasi BPOM.

Sehingga, akan ditentukan kelompok mana yang jadi prioritas mana yang akan mendapatkan suntikan vaksin AstraZeneca.

"Mengingat, vaksin AstraZeneca memiliki shelf life (masa simpan) pendek, yakni akhir Mei 2021. Tentu sebanyak 1,1 juta dosis vaksin harus kita prioritaskan dan sebelum shelf life habis harus kita suntikkan," ujar Nadia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com