JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, angka kejadian penggumpalan darah setelah vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin AstraZeneca terbilang kecil.
Hal ini diperbandingkan dengan jumlah individu yang telah disuntik vaksin AstraZeneca yang saat ini mencapai 17 juta orang.
"Kalau kita lihat datanya saat ini sudah ada 17 juta orang mendapatkan vaksin AstraZeneca ini. Di mana kasus penggumpalan darah ini dilaporkan 40 kasus," ujar Nadia dalam konferensi pers secara virtual pada Selasa (16/3/2021).
"Jadi sebenarnya angkanya kecil dan sebenarnya tidak ada hubungan dengan vaksin AstraZeneca ini," tuturnya.
Baca juga: Kemenkes: Penundaan Distribusi Vaksin AstraZeneca kerena Prinsip Kehati-hatian
Nadia pun mengungkapkan, ada sekitar 10-11 negara yang menunda vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin AstraZeneca.
Penundaan ini, menurut dia, bukan bersifat pembatalan atau menunda secara sementara.
"Tetapi, menunda sampai mendapatkan informasi yang lebih jelas dari instansi yang berwenang di masing-masing negara. Kalau di Eropa, tentu BPOM-nya Eropa dan negara lain juga merujuk informasi dari WHO," ucap Nadia.
Setelah itu, pada 11 Maret 2021, Europe Medicine Asociation (EMA) dan badan pengawas obat Inggris telah menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara penggumpalan darah dengan penyuntikan vaksin AstraZeneca.
Dalam kesempatan yang sama, Nadia pun menjelaskan alasan pemerintah menunda distribusi vaksin AstraZeneca yang sudah tiba di Indonesia.
Baca juga: Saat Indonesia Tunda Penggunaan Vaksin Covid-19 AstraZeneca
Menurut Nadia, pemerintah memegang prinsip kehati-hatian sebagaimana telah diarahkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Saat ini, lanjut dia, BPOM bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan para ahli sedang meneliti lebih lanjut terkait penggunaan vaksin AstraZeneca.
Poin yang dipastikan salah satunya yakni apakah kriteria calon penerima vaksin Covid-19 AstraZeneca memungkinkan atau tidak menerima vaksin itu.
Sebab sebelumnya, kriteria yang telah dirumuskan pemerintah disesuaikan dengan kriteria penggunaan vaksin Sinovac.
"Jadi kita tunggu proses ini sambil proses cek fisik, memperhatilan quality control apalah ada vial yang rusak, kemasan yang kondisinya tidak baik dan lain-lain itu dipastikan dulu," tutur Nadia.
"Sebelum didistribusikan ke fasilitas kesehatan, kita benar-benar jamin mutunya. Apakah ada yang berubah warna, berubah bentuk," kata dia.
Baca juga: BPOM Tunda Penggunaan Vaksin Covid-19 AstraZeneca demi Kehati-hatian
Selain itu, pemerintah juga memastikan rentang waktu penyuntikan vaksin AstraZeneca antara sembilan hingga 12 pekan.
Rentang waktu ini kemudian dicocokkan dengan rekomendasi BPOM.
Sehingga, akan ditentukan kelompok mana yang jadi prioritas mana yang akan mendapatkan suntikan vaksin AstraZeneca.
"Mengingat, vaksin AstraZeneca memiliki shelf life (masa simpan) pendek, yakni akhir Mei 2021. Tentu sebanyak 1,1 juta dosis vaksin harus kita prioritaskan dan sebelum shelf life habis harus kita suntikkan," ujar Nadia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.